Penundaan Pemilu 2024, Bukan Rezim yang Menentukan Tapi Rakyat

Penundaan Pemilu 2024, Bukan Rezim yang Menentukan Tapi Rakyat

Detakbanten.com, OPINI - Undang-Undang Dasar 1945 pasal 1 ayat 2 menyebutkan bahwa Indonesia menganut kedaulatan ditangan rakyat. Hal ini menjadi sebuah barometer bahwa kekuasaan tertinggi berada ditangan Rakyat.

Namun belakangan ini, dengan makin dekatnya penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) serentak pada 2024, muncul opini yang seolah-olah Rezim dapat melaksanakan kepentingannya sendiri. Opini yang berkembang saat ini, adanya wacana penundaan Pemilu 2024 sampai hingga usulan perpanjangan masa jabatan Presiden RI menjadi Tiga (3) periode.

Penundaan Pemilu justru diungkapkan salah satu Menteri Kabinet Kerja Presiden Jokowi yaitu LBP, di mana menyebutkan pihaknya mempunyai 'Big Data', yakni ada 110 juta warganet setuju mengenai penundaan pemilu 2024. Hal yang sama juga dilontarkan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), bahwa 100 juta warganet berharap adanya penundaan pemilu 2024.

Dari pernyataan kedua tokoh tersebut, jelas yang dibangun hanyalah opini semata, karena tidak ada sumber data yang jelas serta methodologi pengumpulan datanya. Karenanya, ini hanya klaim dan justru ini merupakan manipulasi informasi yang seharusnya tidak dilakukan oleh tokoh besar di Indonesia.

Situasi justru berbanding terbalik dengan apa yang disampaikan mereka. Lembaga survei, seperti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) pimpinan Denny JA justru menunjukkan bahwa mayoritas responden menolak penundaan Pemilu, yakni sebesar 65,1%. Lalu, Indikator Politik menunjukkan mayoritas publik setuju Pemilu 2024 tetap digelar meski dalam keadaan pandemi Covid-19, jumlah yang setuju sebesar 67,2%. Artinya, angka mayoritas ini tidak setuju apabila Pemilu ditunda.

Kembali pada UUD 1945 yang merupakan Konstitusi Dasar Negara Indonesia, jelas adanya dalam UUD Pemilu yang ada tertuang pada Pasal 7 Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan. Lalu pasal 22E ayat (6) UUD 1945, pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah diselenggarakan berlandaskan azas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun.

Dengan dilanggarnya konstitusi oleh sang Rezim membuat konstitusi sebagai sesuatu aturan yang fundamental tidak lagi dihormati, dijalani dan menjadi sumber hukum tertinggi di Indonesia ini.

Menyoal Pemilu 2024 harusnya Rezim tidak membuat gaduh dengan opini-opini yang ditimbulkan. Ajaklah rakyat berdiskusi yang diwakili kalangan Mahasiswa, Akademisi, Perwakilan Tokoh, Jurnalis, Pakar Politik, Pakar Hukum Tata Negara, dan lainnya agar rakyat yang punya kedaulatan yang menentukan. Sehingga, Indonesia yang sampai saat ini disebut sebagai Negara Demokrasi bisa terus dirasakan baik dan menarik dalam berpendapat. Pemerintah bersama Rakyat bukan lagi sedang melakukan permainan untuk mengalahkan satu sama lain dengan didukung power kekuasaan tapi harusnya berpikir bagaimana Pemilu 2024 berjalan dengan regulasi terbaik dan semestinya, karena kita akan mengalami Pesta Demokrasi kembali 2024.

Kondisi kegaduhan saat ini harus segera diselesaikan oleh Presiden Jokowi, bukan lagi berbicara hal-hal yang semu dengan bahasa politis. Tetapi menentukan sikap dan berbicara kepada rakyat tidak akan ada pelanggaran konstitusi. Sebagai Presiden, Jokowi sebelumnya akan mengawal pemilu 2024 berjalan dengan baik. Itulah sikap yang seharusnya diberikan, karena sudah tidak perlu lagi Rezim-R ezim berpendapat dan menyoal hal yang sudah jelas diatur oleh konstitusi.

(Penulis : Taofik Hidayat, Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Fisip Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ).

 

 

Go to top