Disparitas Tingkat Kemiskinan Perkotaan dan Pedesaan di Provinsi Banten selama Pandemi Covid-19

(foto/AP, Tatan Syuflana) (foto/AP, Tatan Syuflana)

detakbanten.com, OPINI - Kesenjangan sosial menjadi persoalan pelik yang hampir terjadi di setiap daerah. Terlebih selama pandemi covid-19 tingkat kemiskinan di beberapa daerah meningkat. Data Badan Pusat Statistik menyebutkan bahwa selama September 2020- Maret 2021 terjadi peningkatan persentase penduduk miskin yang ada di Provinsi Banten. Persentase penduduk miskin yang ada di Provinsi Banten pada bulan September 2020 sebesar 6,63% dan meningkat 0,03 persen pada bulan Maret 2021.

Angka tersebut menjadi jumlah tertinggi dalam kurun waktu 9 tahun terakhir, dengan total penduduk miskin yang ada berjumlah 867,23 ribu jiwa. Dapat dikatakan penduduk miskin yang ada di Provinsi Banten cukup fluktuatif atau menunjukkan gejala yang selalu berubah. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tren tingkat kemiskinan di pedesaan lebih besar jika dibandingkan dengan perkotaan. Pada bulan Maret 2021 persentase penduduk miskin yang ada di pedesaan sebesar 8,49% atau 2,56% lebih banyak dibandingkan dengan yang ada di wilayah perkotaan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa disparitas kemiskinan antara daerah perkotaan dengan pedesaan masih cukup tinggi.

Fenomena tersebut seharusnya mendapat perhatian lebih oleh pemerintah daerah setempat guna mengentaskan tingkat kemiskinan yang ada di Provinsi Banten. Terlebih selama pandemi covid-19, Provinsi Banten menjadi salah satu daerah dengan kasus positif tertinggi menyebabkan lumpuhnya perekonomian untuk sementara waktu. Bahkan tidak sedikit masyarakat yang kehilangan mata pencahariannya. Sehingga mengakibatkan naiknya angka kemiskinan di daerah tersebut.

Sepanjang bulan September 2020-Maret 2021 terjadi kenaikan Garis Kemiskinan sebesar 2,96 % yang mulanya Rp515.110,- menjadi Rp530.363,- per kapita. Garis Kemiskinan sendiri merupakan jumlah minimal pendapatan yang harus dipenuhi agar dapat mencukupi kebutuhan pokok di suatu wilayah. Penduduk yang memiliki pengeluaran di bawah garis kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin.

Jika diperhatikan dengan seksama terjadi penurunan nilai indeks kedalaman kemiskinan (P1) yang semula 0,141 menjadi 1,088 jumlah tersebut tentu menjadi indikasi bahwa rata-rata pengeluaran penduduk daerah setempat semakin mendekati Garis Kemiskinan. Meskipun selama pandemi covid-19 pemerintah sudah memberikan bantuan sosial tetap saja masyarakat harus menekan pengeluaran agar dapat bertahan dan mencukupi kebutuhannya selama pandemi covid-19. Selama bulan September 2020-Maret 2021 juga terjadi penurunan nilai indeks keparahan kemiskinan (P2) yang pada bulan September 2020 berada di angka 0,345 turun menjadi 0,265 pada bulan Maret 2021. Maknanya pengeluaran masyarakat Provinsi Banten di kalangan masyarakat miskin semakin mengecil.

Untuk mengatasi ketimpangan yang ada pemerinta dapat mengukur besaran kesenjangan pengeluaran penduduknya dengan menggunakan indikator Gini Ratio. Besaran Gini Ratio Provinsi Banten yaitu sebesar 0,365, jumlah tersebut masih sama dengan Gini Ratio pada bulan September 2020 yang berarti tidak ada perubahan ketimpangan pendapatan penduduk di Provinsi Banten sepanjang bulan September 2020-Maret 2021. Namun, jumlah tersebut masih di bawah rerata Gini Ratio nasional yang terletak pada angka 0,384.

Beberapa kebijakan yang dapat ditempuh pemerintah untuk mengatasi kesenjangan tersebut seperti memberikan bantuan sosial berupa sembako atau bahan makanan agar tidak disalahgunakan untuk membeli keperluan lainnya sebab sekitar 70% pengeluaran penduduk miskin digunakan untuk mencukupi kebutuhan pangan, menjaga kestabilan harga bahan makanan yang sering dikonsumsi masyarakat laiknya beras dan telur. Dengan berbagai upaya tersebut diharapkan pemerintah dapat meningkatkan taraf hidup yang layak sehingga tingkat kemiskinan yang ada di setiap daerah dapat mengecil.

Selain memberikan bantuan berupa sembako, pemerintah daerah juga bisa melakukan pemberdayaan masyarakat atau pelatihan keterampilan agar masyarakatnya dapat menciptakan sumber penghasilan baru seperti pelatihan merajut dan menjahit bagi ibu rumah tangga atau keterampilan beternak dan bercocok tanam bagi kepala keluarga. Dengan demikian, masyarakatnya memiliki keterampilan untuk berwirausaha sehingga mereka yang mengalami dampak atas pandemi covid tidak berlarut dalam kesulitan ekonomi.

Sebab, pada dasarnya permasalahan sosial khususnya kemiskinan menjadi fenomena yang harus ditangani dengan tepat oleh pemerintah daerah. Tidak menutup kemungkinan bahwa permasalahan sosial dapat menjadi penyebab dari kejahatan sosial. Semakin kecil tingkat kemiskinan diharapkan semakin baik taraf hidup masyarakatnya yang ada sehingga tidak ada lagi kesenjangan sosial antar wilayah di Indonesia.

(Jenny Emillia Siallagan, Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pamulang)

 

 

Go to top