Kisruh ‘No Work No Pay’, Partai Buruh-KSPI Sesalkan Pernyataan Menko PMK

Sejumlah buruh berunjuk rasa menolak Omnibus Law di depan Istana Merdeka, Jakarta, beberapa waktu lalu. Sejumlah buruh berunjuk rasa menolak Omnibus Law di depan Istana Merdeka, Jakarta, beberapa waktu lalu.

Detakbanten.com, JAKARTA - Partai Buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak dan menyesalkan sikap Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy. Gegaranya, Muhadjir setujui usulan pengusaha untuk melakukan mengurangan jam kerja demi mengurangi pemutusan hubungan kerja (PHK).

Diketahui, pengurangan jam kerja dengan pemotongan upah dikenal dengan istilah no work no pay. Presiden Partai Buruh, sekaligus Presiden KSPI, Said Iqbal menuturkan bahwa no work no pay tak dikenal dalam perundang-undangan di Indonesia.

"Menteri PMK, sebaiknya tak berkomentar soal no work no pay, karena tidak memahami pokok persoalan," ujar Said, kepada Detakbanten.com, Sabtu (3/12/2022).

Menurut Said, ada tiga alasan mengapa buruh menolak no work no pay. Pertama, bertentangan dengan UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan atau omnibus law UU Cipta Kerja. “Intinya, no work no pay tidak dikenal di Indonesia,” sambung Said.

Kedua, guna menghindari PHK, sudah diatur dalam peraturan Menteri Ketenagakerjaan. Seperti mengurangi shift kerja, merumahkan, atau mengurangi jam kerja. Tapi, upahnya tak boleh dipotong. "Kalau mengurangi jam kerja, itu tidak dibenarkan," katanya.

Ketiga, no work pay merugikan buruh. “Upah buruh yang diterima sekarang saja masih kurang. Apalagi kalau dikurangi akibat sistem no work no pay,” tukasnya.

 

 

Go to top