Kisah Romansa-Budaya Manggarai di Film ‘Nona Manis Sayange’

Poster film ‘Nona Manis Sayange’ karya produksi Ngadiman yang berlokasi di Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. Poster film ‘Nona Manis Sayange’ karya produksi Ngadiman yang berlokasi di Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.

Detakbanten.com, JAKARTA – Tidak banyak film nasional yang mengangkat tema tentang adat istiadat sebuah daerah di Indonesia. Salah satunya film terbaru berjudul ‘Nona Manis Sayange’ garapan sutradara Hestu Saputra, seorang nominator Sutradara Terbaik FFI 2013.

Rencananya, film bertema romansa dan adat istiadat ini akan tayang dalam Gala Premier pada Jumat, 27 Oktober 2023 di Kawasan Waterfront Marina di Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. Selanjutnya, atau esoknya, pada 28 dan 29 Oktober 2023, disusul menonton bareng dengan HTM Rp30.000 (free snack). Nantinya, para penonton akan disuguhkan aneka afestival makanan lokal, produk UMKM, dan musik.

Diketahui, film ini diperankan oleh sejumlah aktor-aktris ternama. Mulai dari Haico Van Der Veken (Sikka), Pangeran Lantang (Akram), Luz Victoria (Dina), dan Chanceline (Rumi), dan Bhisma Mulia (Rendy). Termasuk aktor gaek, Mathias Muchus, dengan Dermawan. Menariknya, plot lokasi utama film ini terletak di Hotel Loccal Collection Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. Executive Produser, Dr. Ngadiman SH., SE., M.Si., mengungkap bahwa film ini memadukan daya tarik visual Labuan Bajo. Lalu, musik unik menawan dari Indonesia Timur dan kisah romansa yang bisa diterima secara universal yang berakar pada budayanya.

Lewat film ini, Ngadiman ingin mendorong hasratnya yang kuat untuk memajukan industri perhotelan di Indonesia. Sekaligus memperkenalkan keindahan menawan dari keanekaragaman budaya dan alam Nusantara. Dengan latar belakang Labuan Bajo, film ini juga menampilkan keindahan lokasi, potensi wisata, hingga kekayaan budaya. Termasuk tantangan yang dihadapi masyarakat setempat.

“Semua dikemas dengan cerita romance dan ada komedinya. Isi film ini memberi edukasi komprehensif terhadap penonton. Selama ini, hanya film hantu yang banyak dibuat tapi tidak ada nilai edukasinya,” kata Ngadiman, kepada Detakbanten.com, Sabtu (9/9/2023).

Kata Ngadiman, film ini dibuat untuk mempromosikan pariwisata. Sekaligus memperkenalkan kebudayaan, masalah sosial, seperti tentang belis atau mahar atau nama lain di daerah lain yang selalu disalahartikan dengan uang. Sehingga kekerasan wanita juga kerap terjadi dalam perkawinan.

Diketahui, Ngadiman memulai karirnya di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. Ia lalu membangun usaha di bidang jasa konsultasi perpajakan dan keuangan. Serta industri real estate dan perhotelan. Ia berambisi dan semangat luar biasa untuk memajukan pariwisata di kawasan Labuan Bajo dan sekitarnya dengan menghidupkan kisah luar biasa ini melalui proyek film.

Sekadar informasi, film-film lokal Indonesia telah berulang kali membuktikan bahwa adat istiadat, budaya, dan kearifan lokal, dapat menjadi nilai jual yang menarik penonton bioskop Indonesia. Misalnya, film ‘Uang Panai’ yang menyedot lebih dari 500.000 penonton. Film tema ‘uang panai’ dengan latar belakang adat istiadat, budaya dan kehidupan Makassar yang menjadi karakter sentralnya.

Selain ‘Uang Panai’, tahun 2022, dunia perfilman Indonesia juga pernah dikejutkan oleh hadirnya film ‘Ngeri Ngeri Sedap’. Film berlatar suku Batak ini menampilkan keindahan Danau Toba. Menariknya, sukses meraup lebih dari 2,6 juta penonton.

Tak hanya film, konten lokal seperti industri musik lokal juga telah berkembang di seluruh negeri. Seperti Denny Caknan dari Ngawi, dan Didi Kempot dari Solo. Para seniman ini mencapai kesuksesan luar biasa dan mendominasi puncak karir musik Indonesia dengan lagu-lagu yang bahkan mungkin tidak ditulis dalam Bahasa Indonesia.

 

 

Go to top