Ketum LISAN Hendarsam Marantoko: Gugatan PTUN PDI-P Sia-sia soal Penetapan Prabowo-Gibran

Ketum LISAN Hendarsam Marantoko: Gugatan PTUN PDI-P Sia-sia soal Penetapan Prabowo-Gibran

Detakbanten.com, JAKARTA - Awal April 2024, PDI Perjuangan melakukan akselerasi hukum dengan mengajukan gugatan PTUN ke KPU RI terhadap keputusan No. 360 tahun 2024 tentang Penetapan hasil rekapitulasi Pilpres dan Pileg 2024.

Diakui Ketua Umum Komunitas Advokat Lingkar Nusantara (LISAN), Hendarsam Marantoko, ada empat petitum yang dimintakan oleh PDI P kepada PTUN.

Antara lain menunda pelaksaan Keputusan KPU No. 360 tahun 2024. "Kemudian, memerintahkan KPU untuk tidak melakukan atau menerbitkan keputusan apapun sampai ada putusan yang bersifat tetap," kata Hendarsam, kepada Detakbanten.com, Jumat (26/4/2024).

Kemudian, mencabut Keputusan KPU no 360 tahun 2024. Serta mencabut dan mencoret pasangan Prabowo-Gibran.

Diakui Hendarsam karena hal itu dianggap KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum. Selain itu, ada beberapa hal yang ia tanggapi.

Pertama, gugatan PTUN tidak relevan lagi karena pada 24 april 2024, Prabowo-Gibran sudah ditetapkan oleh KPU RI sebagai pasangan Presiden-Wapres terpilih sesuai amanat Pasal 4 Peraturan KPU no 6 tahun 2024.

"Di mana, KPU harus menetapkan pasangan calon Prabowo-Gibran paling lambat 3 hari setelah pembacaan putusan MK," katanya.

Kedua, PDI P kembali “salah kamar” dengan mengajukan gugatan PMH terkait penetapan hasil rekapitulasi no 360 ke PTUN karena objek itu adalah ranah dari MK untuk mengadilinya.

"Dari sini terlihat ada dualisme, inkonsistensi dan overlap upaya hukum PDI P dengan mengajukan permohonan PHPU ke MK dan gugatan PMH ke PTUN dengan objek dan waktu yang sama terhadap Keputusan KPU No. 360/2024 itu," paparnya.

Hendarsam juga meminta masyarakat untuk cek dalam UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu dan Yurisprudensi MA No. 04.K/ PDT.PEN/2009 yang menyatakan bahwa
”Pengadilan tidak berwenang mengadili dan menguji Putusan MK terkait hasil Pemilu”.

Hal itu sesuai nafas asas Lex dura set tramen scripta, asas Staro decises et Quieta Nonmoverre, dan asas Similia Similabus.

Ketiga, sambung Hendarsam, putusan MK final dan binding. Serta bersifat erga omnes. Oleh karena itu, seluruh upaya hukum atau politik sudah tertutup, sehingga upaya hukum yang dilakukan usai putusan MK ialah inskonstitusional.

Keempat, petitum PDI P yang meminta KPU untuk tidak melakukan tindakan apapun sampai putusan PTUN punya kekuatan hukum yang tetap adalah sikap egois, kekanak-kanakan dan tidak negarawan.

"Sebab, akan menciptakan kevakuman pemerintahan dan kekosongan hukum, mengingat proses hukum di PTUN bisa memakan waktu bertahun-tahun. Dalam hal ini, PDI P tidak memberi jalan keluar apapun terhadap akibat hukum dari Petitumnya tersebut," jelasnya.

Hendarsam merasa sangat yakin, dengan dasar hukum, logika hukum dan kenyataan politik yang sudah ada saat ini, maka bisa di pastikan gugatan PTUN dari PDI P ini tidak akan di terima atau niet onvelijke verklaard.

 

 

Go to top