Print this page

Efek Penerapan PPKM di Tangsel Bikin Pelaku Usaha Menjerit

Efek Penerapan PPKM di Tangsel Bikin Pelaku Usaha Menjerit

detakbanten.com, TANGSEL, Belum seminggu Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Kota Tangsel berjalan, membuat sejumlah pelaku usaha menjerit. Sebab, PPKM yang diterapkan pada Sabtu 9 Januari lalu itu, dinilai semakin memperburuk pertumbuhan perekonomian.

Untuk diketahui, penerapan PPKM yang diberlakukan sejak Sabtu, 9 Januari hingga 25 Januari 2021 ini, telah membuat para pelaku usaha merasakan dampaknya.

Seperti yang dialami pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) di Pamulang Square, kawasan Pamulang, para pelaku usaha ini harus mengikuti aturan dalam penerapan PPKM yang diberlakukan oleh pengelola agar menutup usahanya lebih awal yakni pukul 19.00 WIB.

Akibatnya, pembatasan jam operasional itu dirasakan para pelaku UMKM bakal menambah beban usaha di tengah situasi pandemi seperti sekarang ini.

Noviandi (48), salahsatu pedagang pakaian di Pamulang Square mengaku bahwa penerapan PPKM sangat terasa dampaknya. Seharusnya, pengurangan jam operasional tersebut tidak perlu dilakukan.

"Disini kebiasaan konsumen datang habis maghrib, setelah mereka selesai bekerja. Tapi dalam aturan PPKM, jam 7 malam harus tutup. Kita terbentur aturan pengelola lantaran menerapkan aturan pemerintah. Kalau begini pedagang akan hancur, dimana kami bisa bertahan hidup," kata Noviandi di Pamulang Squere, Rabu (13/1/2021).

Penerapan PPKM, kata dia, hanya bisa menjual baju sebanyak dua potong dalam sehari bahkan dalam situasi sekarang, dia lebih memilih berdagang sendiri tanpa mengandalkan tenaga karyawan.

"Saya harus dagang sendiri, ini saja sehari penuh tadi baru laku baju dua potong. Jam operasional sudah dipangkas dan saya ada beban biaya listrik, sewa lapak dan lainnya. Kalau bisa pemerintah mendengarkan suara pedagang kecil, semoga saja pemerintah bisa memberikan toleransi tidak memangkas jam operasional," kata Noviandi.

Keberadaan Pamulang Square sendiri turut ditopang sekitar 400-an pelaku UMKM. Akan tetapi dengan adanya pandemi Covid–19 ini telah benar-benar membuat para pelaku usaha kecil dan pekerja non formal nyaris telah kehilangan mata pencahariannya.