Print this page

Gerai Starbucks di Qatar Sepi Imbas Boikot Produk Israel dan Amerika

Gerai Starbucks di Qatar Sepi Imbas Boikot Produk Israel dan Amerika

Detakbanten.com WOOW -- Gerakan boikot global yang melibatkan produk Israel dan Amerika Serikat sebagai respons terhadap perang di Gaza telah mencapai Qatar, mengakibatkan sejumlah gerai Starbucks tampak sepi. Selama 20 hari terakhir, gerai-gerai Starbucks di Qatar dilaporkan sepi, dengan pengunjung yang jauh di bawah rata-rata harian.

Dampak dari gerakan boikot ini juga mempengaruhi citra Starbucks di mata publik. Perusahaan ini juga mendapat kritik atas tindakannya menggugat seorang karyawan di Amerika Serikat setelah karyawan tersebut mengekspresikan solidaritas terhadap Palestina melalui cuitan di media sosial.

Starbucks bukan satu-satunya target gerakan boikot. Rantai makanan cepat seperti McDonald's dan Burger King juga mendapat tekanan dari penduduk setempat. Kritik ini muncul karena gerai McDonald's dan Burger King di Israel memberikan makanan gratis kepada militer Israel.

Gerakan boikot ini adalah bagian dari aksi protes global yang bertujuan untuk mengecam perang brutal Israel di Gaza dan menekan Israel untuk mengubah kebijakannya terhadap Palestina. Gerakan ini diilhami oleh gerakan anti-apartheid di Afrika Selatan dan gerakan hak sipil di Amerika Serikat.

Gerakan Boikot, Divestasi, dan Sanksi (BDS) ini memiliki tiga tujuan utama. Pertama, mereka ingin agar Israel menghentikan penjajahannya terhadap wilayah Palestina. Kedua, mereka mendesak Israel untuk memberikan hak yang adil dan perlakuan yang setara kepada warga Palestina. Ketiga, mereka berupaya untuk memungkinkan pengungsi Palestina kembali ke rumah mereka.

BDS dimulai dengan tindakan-tindakan sederhana seperti tidak membeli produk tertentu yang berasal dari Israel atau perusahaan-perusahaan yang terkait. Ini bertujuan untuk memberikan tekanan kepada perusahaan-perusahaan Israel dan Amerika Serikat agar mereka mendesak pemerintah mereka untuk mengakhiri perang di Gaza.

Pada Jumat (27/10), Majelis Umum PBB menyerukan gencatan senjata yang mendapat dukungan dari 120 negara. Namun, AS dan Israel menolak resolusi gencatan senjata tersebut. Dalam tiga minggu pertama perang dari 7 Oktober hingga 30 Oktober, lebih dari 8.000 warga Palestina tewas, dengan 3.224 di antaranya adalah anak-anak. Data ini mencakup 3.195 anak di Gaza dan 33 anak di Tepi Barat Palestina.

Gerakan boikot ini adalah salah satu wujud dari tekanan global untuk mengakhiri konflik yang telah menelan banyak korban. Selain itu, gerakan ini juga mengingatkan pentingnya dukungan internasional dalam upaya mencapai perdamaian di kawasan tersebut.