Print this page

Ditetapkan Tersangka, Eks Petinggi Bank Banten Ditahan

Eks Petinggi Bank Banten Ditahan. Eks Petinggi Bank Banten Ditahan.

Detakbanten.com, SERANG – Mantan Kepala Unit Administrasi Kredit Bank Banten DWS ditahan penyidik pidana khusus (pidsus) Kejati Banten, Selasa sore, 21 Maret 2023. DWS ditahan setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi berupa pemberian kredit modal kerja (KMK) dan kredit investasi (KI) dari Bank Banten kepada PT Harum Nusantara Makmur (HNM) tahun 2017 senilai Rp 65 miliar.

“Tim penyidik Kejaksaan Tinggi Banten telah menetapkan DWS (Darwinis-red) sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi penyimpangan dalam pemberian kredit modal kerja (KMK) dan kredit investasi Bank Banten kepada PT HNM tahun 2017,” ungkap Kasi Penkum Kajati Banten Ivan Siahaan, Rabu (22/03/2023).

Dalam kasus tersebut penyidik sebelumnya telah menetapkan dua orang sebagai tersangka. Keduanya, mantan Kepala Wilayah Bank Banten – Jakarta 1 Satyavadin Djojosubroto dan Direktur Utama PT HNM Rasyid Samsudin.

Keduanya oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Serang telah dijatuhi hukuman yang berbeda. Satyavadin dihukum pidana penjara selama tiga tahun dan denda Rp 300 juta subsider tiga bulan.
Sedangkan Rasyid dihukum lebih berat. Ia dijatuhi pidana penjara selama 11 tahun, denda Rp 350 juta subsider empat bulan dan uang pengganti atau kerugian negara sebesar Rp58,1 miliar subsider lima tahun.

“Tersangka kami lakukan penahanan di Rutan Serang,” kata Ivan

Ivan menjelaskan, DWS selaku Kepala Unit Administrasi Kredit Bank Banten memiliki tugas dan tanggung jawab yang diantaranya mempersiapkan administrasi akad kredit, melakukan verifikasi terhadap dokumen dan syarat lainnya untuk proses penandatanganan kredit dan proses pencairan kredit.

“Untuk proses penandatanganan kredit Bank Banten dengan PT HNM, DWS (Darwinis-red) selaku Kepala Unit Administrasi Kredit, pada saat perjanjian kredit ditandatangani antara tersangka SDJ (Satyavadin Djojosubroto-red) dan RS (Rasyid Samsudin-red) sesuai Akta Perjanjian Kredit Nomor 850 Tanggal 19 Juni 2017 tersangka ini tidak melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya,” kata Ivan

Tugas dan tanggung jawab yang dimaksud Ivan tersebut terkait verifikasi dokumen dan persyaratan lainnya seperti belum ada penyerahan collateral fixed asset berupa sertifikat tanah yang dijadikan agunan PT HNM.

“Sehingga seharusnya perjanjian kredit belum dapat dilaksanakan,” tandasnya.

Ivan mengungkapkan, meski terdapat persyaratan yang belum terpenuhi seperti tidak ada perjanjian pengikatan agunan secara yuridis sempurna dan tidak ada penyerahan collateral fixed asset berupa sertifikat tanah yang dijadikan agunan, DWS tetap meneruskan permohonan pencairan KMK dari tersangka Satyavadin melalui memorandum pencairan.

“Sehingga kredit dapat dicairkan,” ujarnya.

Terkait dengan kredit investasi, DWS bersama Satyavadin telah mengalihkan
rekening pembayaran kredit investasi yang seharusnya pada rekening supplier sesuai ketentuan dalam Memorandum Analisa Kredit (MAK), Lembar Persetujuan Kredit (LPK) dan
Surat Penawaran Persetujuan Kredit (SPPK).

“Dana ini masuk ke rekening pribadi debitur atas nama tersangka RS (Rasyid-red) dan atau atas nama PT HNM, meskipun tanpa ada perubahan MAK dan persetujuan ulang LPK dan pemutus kredit terdahulu,” terangnya.

Akibat perbuatan DWS bersama Satyavadin dan Rasyid timbul kerugian keuangan negara Rp 61.688.765.298 atau sekitar Rp186.555.171.975,95. Timbulnya kerugian negara tersebut dikarenakan Rasyid tidak melunasi cicilan kredit kepada Bank Banten dan aset yang dijaminkan bermasalah.

“Akibatnya timbul kerugian negara Rp 61.688.765.298 atau sekitar Rp186.555.171.975,95,” katanya.

Perbuatan DWS tersebut oleh penyidik dijerat dengan dakwaan primer Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

“Subsider Pasal 3 jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yg diubah dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” terangnya.