Print this page

Tarip Bus AKAP 'Peras' Calon Penumpang

Tarip Bus AKAP 'Peras' Calon Penumpang

detaktangsel.com- Jaktim, Sejumlah perusahaan otobus (PO) bertindak 'nakal' memasang tarif dan melanggar peraturan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat - Kementerian Perhubungan. Instansi pemerintah ini memberikan toleransi penambahan tarif angkutan (tuslah) sekitar 20% dari tarif normal selama masa lebaran H-7 s/d H+7. Kenyataannya kalangan PO tidak mengindahkan peraturan tersebut.

Perayaan Idul Fitri 1935 Hijriyah sudah berlalu 18 hari lalu. Kegiatan mudik dan balik Lebaran pun sudah tiada lagi. Bahkan, kehidupan di perkotaan sebagai tujuan urbanisasi sudah kembali normal dan Jakarta pun kembali riuh dengan kesibukan dan kemacetan.

Ada yang aneh dalam PO yang selama bertahun-tahun melakukan jasa angkutan penumpang dari dan keluar kota. Atau yang biasa disebut sebagai Angkutan Kota Antar Provinsi (AKAP). Tuslah hanyalah kebijakan pemerintah yang tidak sama sekali dilaksanakan pelaku jasa angkutan, pihak agen tiket dan operator lapangan. Harga tiket bisa menjulang tinggi hingga 300%. Bahkan tergantung negosiasi di loket atau di atas armada bus yang sedang berjalan.

Di dalam ruang bus Gapuraning Rahayu (GR) trayek Kampung Rambutan, Jakarta - Karang Pucung Cilacap, Jawa Tengah, masih terpampang pengumuman Tarif Lebaran 13435 H, Jumat (15/8). Aneh bin ajaib.

Dalam pengumuman tersebut tertulis : Dari Cilacap, Sidareja, Karang Pucung, Wangon, Kawunganten, Pangandaran, tarif BISNIS AC = Rp120.000 dan Dari Kampung Rambutan, Kalideres, Tangerang = Rp85.000. Ini merupakan tarif normal (berlaku sampai dengan 17 Agustus 2014, pukul 00.00 WIB).

"Apabila terjadi perubahan tarif oleh pihal agen atau personil kami, sms 081323212292 - 081323260609 - 085323877222 - 082214831977, telpon (0265) 772628 / fax (0265)772413 " demikian bunyi catatan tambahan di pihak PO.

Sementara itu, seorang kondektur bus GR yang sedang menarik ongkos kepada penunpang menjelaskan, keputusan tersebut merupakan keputusan perusahaan. Tentu saja, pengumuman itu tentu saja menjadi pertanyaan banyak pihak, khususnya pengguna jasa angkutan.

Lalu, kemana pemerintah dan dinas terkait, termasuk juga Badan Perlindungan Sengketa Konsumen (BPSK) ?