Print this page

Produk UU Jadi Ilegal Tanpa DPD

DPD RIJakarta-Pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mendorong produk Undang-Undang yang dihasilkan DPR menjadi illegal. Alasannya, pembahasan UU itu tanpa melibatkan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).  “Pasca putusan MK, pembahasan UU yang tidak melibatkan DPD, maka UU itu cacad formal,” kata anggota DPD, Intsiawati Ayus dalam  diskusi “Konflik Antar Lembaga Negara” bersama pengamat hukum tatanegara, Margarito Kamis di Jakarta, (16/10).
 
Menurut Iin-panggilan akrabnya, DPD berencana akan memasukkan masalah sengketa kewenangan antar lembaga ini ke MK. “Cuma waktunya kapan,  ini masih menunggu wangsit dulu. Tapi kemungkinan setelah Nopember 2013,” tegasnya.
Iin menambahkan sengketa antar lembaga negara ini berawal dari ketidakjelasan soal tugas pokok dan fungsi lembaga tersebut. “Lihat saja, pasca putusan MK ini, DPD sudah membangun komukasi dan konsultasi DPR untuk melakukan rapat bersama. Namun jadwal selalu diundur terus oleh DPR,” tukasnya.
 
Diakui Iin, soal sengketa antar lembaga ini, karena Konstitusi hasil amandemen ini tak bisa memprediksi terjadinya konflik antar lembaga. “Kelemahan konstitusi kita ini, karena tak mampu memprediksi konflik antar lembaga negara, seperti yang sekarang banyak terjadi,” terangnya.
Oleh karena itu, lanjutnya, tidak ada cara lain kecuali mengamandemen UUD  ini dengan pesan dan semangat yang lebih bermartabat demi peradaban masa depan. “Kita tidak bisa bersandar pada teks konstitusi yang ada saat ini,” ucapnya.
 
Sementara itu, Margarito sepakat dan meminta agar DPD sekali-kali menjadi “anak nakal” agar tidak diremehkan DPR. “Sebaiknya DPD tidak ikut membahas RUU, apalagi menandatangani persetujuan untuk membahas,” ungkapnya.
Dengan sikap keras seperti ini, kata Margarito lagi, semua produk RUU yang saat ini sedang dibahas DPR, maka secara otomotis akan tidak sah. “Kalau DPD bersikap seperti itu, maka UU yang akan dihasilkan jadi gugur semuanya,” terangnya.
 
Diakui Margarito, pembahasan RUU di DPR pun juga tergantung dari kesepakatan para pimpinan  parpol. “Memang keras perilaku parpol yang dinilai tidak berorientasi untuk menciptakan kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik.   Namun lebih mendasari pada kepentingan kelompok dan partainya,” paparnya.
Terkait soal sengketa lembaga negara ini, Margarito berpendapat, konstitusi merupakan kerangka kerja lembaga negara yang di dalamnya terpatri relasi dan hubungan antar lembaga tersebut. “Ada dua relasi yang ada, yakni relasi legal dan political relation,” pungkasnya. **cea