Print this page

Tatu + Atut = Arogan ?

Tatu + Atut =  Arogan ?

detaktangsel.com- BANTEN, Keluarga besar Ratu Atut Chosiyah, Gubernur Banten,  ternyata ‘haus’ kekuasaan. Meski dikritik habis-habisan ihwal politik dinasti, mereka tetap memonopoli posisi strategis di kepengurusan DPD Partai Golkar Banten. Kepengurusan ini  baru   dilantik  Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie.

Berdasarkan Surat Keputusan DPP   Partai Golkar bernomor 317/DPP/Golkar/I/2014 tentang Pengurus DPD Golkar Banten 2015-2019, menetapkan    Ketua DPD Golkar Banten terpilih   Ratu Tatu Chasanah,  adik kandung Atut. Lalu, ada nama Andika Hazrumy,  putra Atut menduduki jabatan sebagai Wakil Ketua Bidang Pemuda Olahraga dan Budaya. Sedangkan istri Andika, Adde Rossi Khoerunnisa menduduki posisi Wakil Ketua Bidang Pengabdian Masyarakat.

Sementata Tb Haerul Jaman, adik tiri Atut yang juga merupakan Walikota Serang menduduki posisi sebagai Bendahara DPD Golkar Banten. Dan menantu Atut lainnya,  Tanto W Arban menduduki posisi Wakil Bendahara.
Ketua   Balitbang  DPP Partai Golkar Indra J Piliang mengamini kiprah  keluarga besar Atut berteduh di bawah pohon beringin. Mereka terjun ke dunia politik memang dari satu partai yaitu Golkar .  

Ratu Tatu Chasanah tampak tutup mata terhadap sikap sinis sejumlah kalangan. Saat pidato ia malah menyinggung masalah penahanan Atut oleh KPK. Ada apa?

Memang Atut tidak hanya sebagai  Gubernur Banten Ratu. Juga Wabendum Partai Golkar. Pada momentum pelantikan dirinya, ia merasa yakin  musibah politik tersebut akan bisa diatasi dan mengajak semua pihak menghargai proses hukum yang sedang berlangsung.
Anehnya, Tatu menunjuk hidung mass media,   baik cetak maupun elektronik, sebagai sumber masalah. Sehingga  Partai Golkar menjadi kepompong yang tak elok.  

Atut  kini ditahan KPK terkait kasus dugaan suap Pilkada Banten dan kasus dugaan Korupsi Alkes Provinsi Banten hingga kini masih menjabat sebagai gubernur.  Oleh sebab itu, Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie alias Ical meminta kader partai beringin itu tidak buru-buru mengincar posisi Wakil Gubernur Banten, yang saat ini masih dijabat Rano Karno.

Pesan-pesan politik yang membahana saat acara pelantikan Tatu terkesan beri gambaran bahwa Atut tidak bersalah. Ya, itu benar bila berpijak pada prinsip hukum formal, azaz praduga tidak bersalah. Namun, sangat mustahil Atut bisa lolos dari jeratan hukum. Karena KPK tidak seenak udel (puser-red)-nya menangkap Atut.

Apakah perbuatan Atut tidak menyengsarakan warga Banten? Apakah Atut tidak mengkhianati hati warga Banten? Dua pertanyaan ini layak disampaikan, baik kepada Atut pribadi maupun kepada kroni-kroninya.

Ical pun harus ksatria menyikapi dan mengapresiasi kasus Atut. Tidak sertamerta Atut dibela secara politis; Seolah-olah KPK salah tangkap orang. Kalau demikian analogi dan logika berpikirnya, lalu siapa yang pantas ditangkap dan ditahan KPK?
Prahara politik yang menerpa Golkar adalah skenario Allah. Karenanya, baik Ical maupun Tatu, jangan mencari kambing hitam. Cari kambing yang putih, bersih dan jujur.

Sangat wajar Ical ketar-ketir predikat Banten sebahai   lumbung suara terbesar Partai Golkar, alami ‘kebakaran’ pada Pemilu 2014. Sehingga suaranya minggat ke partai politik lainnya.

Sikap Tatu juga aneh. Merasa   sebagai partai pengusung pasangan Ratu Atut Chosiyah dan Rano Karno pada Pilkada Banten 2011, Tatu sudah mempersoalkan posisi wakil gubernur. Ia akan berupaya untuk memilih kader terbaiknya untuk menggantikan wakil gubernur Banten.
Ha ha ha ha. Tidak salah bila ada yang menertawai langkah politik Tatu itu. Mengerti hukum politik atau tidak ya Tatu. Baru dilantik, mulai menunjukkan arogansi. Apalagi berkuasa seperti Atut, warga Banten akan merasakan hal serupa kali.

Kiranya, Tatu perlu memperdalam ilmu politik dan psikologis politik. Bila sikapnya sedemikian rupa, Banten tidak akan menjadi lumbung suara Golkar pada Pemilu 2014. Justru PDI Perjuangan akan menyabet suara tersebut. Lalu, disusul Gerindra dan Partai Demokrat. Karena Golkar salah jatuhkan pilihan menunjuk Tatu memimpin Golkar Banten,  risiko dan cost politik yang harus ditanggung beringin sangat besar. Mampukah? (red)