Print this page

Isu Pencapresan Jokowi Warnai Facebook

Isu Pencapresan Jokowi Warnai Facebook Isu Pencapresan Jokowi Warnai Facebook

detaktangsel.com– Awalnya iseng main facebook. Namun, belakangan makin tertarik. Kenapa?

Ternyata isu seputar Pemilu Presiden tidak kalah menarik di facebook ketimbang di media massa pada umumnya. Berbagai pendapat dari berbagai elemen masyarakat tumplek blek di dinding atau status jejaring sosial ini.
Nadanya juga menarik disimak. Capres Prabowo Subianto, pendukung Jokowi, Harry Tanoesoedibyo, dan sebagainya. Mereka rame-rame angkat bicara. Persis kayak halaman koran atau majalah.

Sungguh, sungguh menarik. Halaman atau status atau dinding – apalah namanya – sangat variatif isinya. Tidak hanya penuh coretan kata-kata bernada cinta atau keluhan. Bahkan, masing-masing grup menyajikan promosi secara intens.
Gara-gara isinya seperti ini, makin tertariklah untuk ikut-ikutan mencolek dan berbagai tautan. Lebih sering ningbrung mengomentari status, baik bernada cinta maupun berbau politis. Terkadang, ada kelompok atau grup tertentu sangat provokatif coretannya.
Nilai propagandanya sangat kental. Kalau enggak dicapreskan, jangan pilih partai itu. Waduh.....! Ancaman itu namanya.
Zaman sudah merdeka. Zamannya reformasi, juga demokratis. Eeh malah ada ancaman-ancaman secara politis. Ada propaganda segala. Apa penghuni negeri ini sudah memahami demokratis?

Adanya perbedaan pendapat pasti indah. Persis seperti Ibu Pertiwi melahirkan anak-anaknya. Ada suku Jawa, Batak, Ambon, Betawi, Bugis, dan lain-lain. Bhinneka Tunggal Ika, namanya. Berbeda-beda suku bangsa, bahasa, dan budaya, tapi tetap satu Tanah Air, Satu Satu Bahasa, Satu Bangsa......Indonesia!
Sumpah Pemuda adalah perekat anak-anak bangsa bersatu padu. Ternyata 'roh' Sumpah Pemuda lama-kelamaan luntur. Kini anak-anak bangsa sudah terkotak-kotak dan disekat kemauan politiknya masing-masing. Dipasung aliran partai tanpa mengenal jatidiri alur politik yang dianut kendaraan politiknya.

Apakah anak-anak bangsa itu sekadar sopir, kondektur atau penumpang di kendaraan politik tersebut. Atau hanya sebagai 'timer', yang mengatur berangkat tidaknya kendaraan terkait.
Coba, kita simak bersama komentar salah satu grup facebook: kalau Jokowi tidak dicapreskan, jangan pilih PDI Perjuangan. Nah lho...! Megawati Soekarnopuputri, Ketua Umum DPP PDI Perjuangan, tentu mempunyai insting atau naluri politik sangat tajam membaca peluang pada Pemilu Presiden 2014.
Putri Sang Penyambung Lidah Rakyat, Bung Karno, ini yang lebih tahu dan memahami perkiraan keadaan (kirka) peta politik 2014. Makanya, Megawati tidak sertamerta meladeni dan mengakomodir maupun menelan mentah-mentah aspirasi arus bawah.
Tiba-tiba datang desakan atau tekanan dengan nada ancaman itu, ya sangat lucu. Katanya prodemokrasi dan proreformasi, kota memaksakan kehendak. Padahal Jokowi sangat tunduk pada fatsoen politik partai.

Oke-lah itu masalah internal PDI Perjuangan, bukan masalah rakyat secara de facto. Hanya kenapa masalah seperti terkesan ada unsur kesengajaan. Ada setting untuk menngobok-obok dan merontokkan kekuatan PDI Perjuangan. Terkesan pula ada gaya politik adu domba.
Ternyata sungguh kita berpolitik masih belum dewasa. Mirip anak kecil ketika merenggek minta permen kepada orangtuanya. Sambil menangis dia memaksa dan menekan, pokoknya beliin permen. Kalau tidak, enggak belajar nanti. Waduh......!
Padahal bila menafsir buku karya besar Tan Malaka berjudul Madilog, adalah warisan konsep dalam upaya memenangkan pertarungan politik. Ma-(terial), Di-(alog), dan Log-(ika). Ketiga unsur inilah 'senjata' pamungkas untuk mendulang suara dukungan. Tidak zamannya lagi mengertak, menghardik, apalagi mengancam.

Megawati bersama PDI Perjuangan mempunyai ruang dan waktu. Tidak semua pihak bisa memasuki ruang dan waktu itu. Hanya orang-orang tertentu yang hak, boleh ningbrung, berembuk, memetakan kirka, dan mengambil keputusan politik.
Sebenarnya siapa diri kita ini kok ngotot Jokowi di-capres-kan? Ketua Umum DPP PDI Perjuangan, bukan. Kalau sekadar simpatisan, apalagi atas nama arus bawah, ya enggak perlu-lah memaksa kehendak. Berilah proses demokrasi berlangsung di ruang dan waktu Megawati beserta jajarannya. Kita, pendukung dan simpatisan, punya kebebasan untuk menentukan langkah. (red)