Print this page

Ada Pihak Memolitisasi APBD 2014 Tangsel

illustrasi (DT) illustrasi (DT)

detaktangsel.com– PAMULANG , Tertundanya pembahasan APBD 2014 tidak hanya menyulut kegalauan Pemerintah Kota Tangerang Selatan (Pemkot Tangsel). Juga membikin warga di tujuh kecamatan Kota Tangsel ikut kecipratan dampaknya.

Tentu sangat manusiawi bila warga pun mempertanyakan masalah tersendatnya pencairan APBD 2014.
Sangat manusiawi lantaran warga dan Pemkot Tangsel mempunyai ikatan emosiolan yang kuat. Hal ini  terkait dengan kelanjutan atau kesinambungan proses pembangunan dan kesejahteraan warga.  

Ada anggapan yang muncul di permukaan umum,  jajaran anggota DPRD dicap  tak serius menanggani masalah dan nasib mereka. Pasalnya, hingga saat ini  belum ada tanda-tanda  penetapan terhadap   APBD  2014. Yang jelas, warga kecewa lantaran wakil rakyat   tak bisa memutuskan APBD 2014. Keterlambatan ini  menimbulkan dampak terhadap pelayanan prima di masyarakat. Pada  akhirnya warga jadi korban dalam pelayanan tersebut.  Sangat disesalkan kalau APBD tahun 2014 belum juga dipastikan.

Wakil Ketua DPRD Kota Tangsel  Ruhamaben menanggapi dengan enteng keluhan warga.  Karena tidak mau disalahkan warga, wakil rakya ini menuding Pemkot Tangsel biang keladinya. Konon, Pemkot Tangsel belum menyerahkan usulan  rancangan anggaran pendapatan dan belanja daerah (RAPBD). Anehnya, Kabag Humas Kota Tangsel  Dedi rafidi pun ikut membenarkan stigma dewan. Bahwa keterlambatan pengesahan RAPBD    agar Pemkot Tangsel lebih berhati-hati dalam membahas anggaran yang cukup banyak tersebut.  Benarkah?

Jelas klarifikasi dari wakil rakyat dan Kabag Humas Kota Tansel belum tansparan. Ada kisi-kisi ‘gelap’ sengaja tidak dibeberkan kepada warga Kota Tangsel. Entah alasannya terkait ‘rahasia’ perusahaan atau takut terbongkar sisi buruk adanya kemauan politik yang belum di-deal antara Pemkot Tansel dan dewan. Bisa jadi juga antara legislatif dan eksekutif belum menemukan jalan keluar yang win-win solution.

Bukan menjadi rahasia umum lagi, baik eksekutif maupun legislatif, cenderung mengapresiasi pembahasan APBD misalnya sebagai proyek. Ketika analoginya adalah proyek, maka erat hubungannya dengan masalah personal fee atau komisi.

Tulisan ini tidak bermaksud  mengais-kais, provokatif, dan mencari kesalahan. Sebaliknya tulisan hanya sekadar mengingatkan pihak eksekutif dan legislatif menegakkan komitmen kejantanan, komitmen politik, dan komitmen moral. Makanya, timbul pertanyaan kenapa pembahasan APBD 2014 Tangsel terkesan adanya politisasi? Apakah ini dilakukan eksekutif bersama legislatif? Atau masing-masing pihak sengaja memolitisasi masalah APBD dengan maksud dan tujuan terselubung?

Memang sulit dibuktikan secara kasatmata praktik ‘kotor’ yang membalut proses pembahasan hingga pengesahan APBD. Yang jelas, biasanya ada deal-deal sebagai jalan tengah untuk melancarkan pembahasan APBD. Ujung-ujung dewan tinggal mengetok palu, mensahkan APBD 2014 Tangsel.     

Biasanya pula ada istilah rapat setengah kamar bila antara legislatif dan eksekutif mengalami deadlock ketika mengalami kegagalan dalam membahas sesuatu. Lobi tidak hanya berlangsug di ruang dewan, di luar ruang dewan pun jadi.

Sungguh miris menghadapi kenyataan ini. APBD sebagai kran atau sumber pembiayaan dan alokasi anggaran pemerintah sampai tersumbat, tidak mencair. Apalagi saat ini kalangan anggota dewan cenderung mangkir dengan alasan sosialisasi soal pencalegannya. Turuan ke bawah (turba) menemui konstituen dalam rangkan pemantapan konsolidasi untuk kepentingan pribadi dan partai politik menjelang Pemilu Legislatif (Pileg) dan Pemilu Presiden (Pilpres).

Seharusnya sebagai wakil rakyat, anggota dewan mengabdi kepada kepentingan rakyat. Kenapa mereka justru lebih mengabdi pada kepentingan partai. Kalau demikian kenyataannya, anggota dewan tidak pantas lagi menyandang predikat sebagai wakil rakyat. Anggota dewan, khususnya produk Pileg 2914 harus menanggalkan predikat sebagai wakil rakyat. Sebaliknya mereka diharuskan menyandang predikat sebagai kepanjangan tangan partai.

Kalau anggota dewan menglaim sebagai wakil rakyat, maka mereka ‘wajib’ menyelesaikan secara tuntas masalah pencairan APBD 2014 Tangsel. Karena APBD sangat penting arti dan manfaatnya tidak hanya bagi eksekutif, rakyat pun sangat berkepentingan.

Contoh sejumlah warga dari tujuh kecamatan Kota Tangsel mengapresiasi keterlambatan pencairan APBD datangi dewan adalah bentuk kepedulian mereka memiliki kota ini. Langkah warga ini jangan disalahartikan. Di samping itu,   mereka jangan dibodoh-bodohi karena ketidaktahuan mereka ihwal proses pengesahan APBD.  

Sudah sepatutnya pola pikir  dewan  bersama eksekutif lebih dewasa, cerdas, dan jernih membahas masalah APBD 2014 Tangsel. Dengan demikian, warga Tangsel tidak menjadi ‘korban’ permainan politik. Bila benar adanya politisasi APBD 2014 Tangsel, maka pelaksanaan pembangunan di kota hasil pemekaran dari Kabupaten Tangerang ini mati suri.    (red)