Print this page

Dugaan Pungli Korban Tsunami di RSKM Cilegon, Dilimpahkan Ke Polda Banten

Dugaan Pungli Korban Tsunami di RSKM Cilegon, Dilimpahkan Ke Polda Banten

detakbanten.com CILEGON - Kasus dugaan adanya pungutan liar (pungli) biaya yang dilakukan oleh petugas Rumah Sakit Krakatau Medika (RSKM) Kota Cilegon terhadap korban tsunami Selat Sunda beberapa waktu lalu, saat ini pihak kepolisian Polres Cilegon telah melakukan pendalaman dan pemeriksaan terhadap dua korban dan sejumlah petugas RSKM. Kasus tersebut saat ini sudah dilimpahkan dan didalami oleh penyidik di Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Banten.

Kapolres Cilegon AKBP Rizki Agung Prakoso mengatakan, kaitan dengan adanya laporan tindakan pungli yang terjadi di RSKM Kota Cilegon tersebut, sampai saat ini pihak kepolisian Polres Cilegon masih mendalami terhadap dua orang saksi (korban) dan terhadap petugas-petugas RSKM yang terlibat dalam dugaan kasus tersebut. 

"Saat ini kita telah mendalami terkait status RSKM Kota Cilegon. Apakah milik rumah sakit milik swasta atau milik BUMN. Hal itu perlu dilakukan untuk menerapkan undang-undang yang akan diterapkan dalam kasus tersebut," kata Kapolres, Minggu (6/1/2019) malam.

Kapolres menuturkan, kaitan dengan kasus dugaan tindakan pungli tersebut, kepolisian Polres Cilegon sampai saat ini sudah melakukan pemeriksaan terhadap ibu dan paman korban tsunami yang menjadi korban dugaan tindakan pungli di RSKM tersebut. Dan terhadap 14 petugas struktural dan fungsional RSKM. 10 orang pegawai yang sudah diperiksa  dan 4 orang belum diperiksa.

“Kasusnya sekarang sudah dilimpahkan ke Polda Banten, silakan tanya Polda Banten,” ujarnya saat dikonfirmasi ulang,  Senin (7/1/2019).

Dikonfirmasi terpisah, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Banten Kombes Pol Abdul Karim membenarkan hal tersebut.

Menurutnya, saat ini penyidik telah mendalami perkara tersebut, setelah sebelumnya menetapkan tiga kasus pungli jenazah di Rumah Sakit dr. Dradjat Prawiranegara (RSDP) Kabupaten Serang, Banten. “Benar kami masih lakukan lidik, dan mendalami kasusnya,” kata Abdul Karim.

Pihaknya telah mendalami mengenai mekanisme pembiayaan di RSKM, Cilegon. “Kami akan dalami terlebih dahulu seperti apa SOP-nya,” jelasnya.

Sementara itu, Humas RSKM Cilegon Zaenal Muttakin mengaku keberatan dengan adanya tuduhan dugaan tindakan Pungutan Liar (Pungli)  karena sampai saat ini pihaknya sudah melakukan pelayanan terhadap korban tsunami sesuai dengan prosedur yang ada di RSKM dan sudah menjalankan intruksi dari Pemerintah Provinsi Banten terkait kebencanaan.

"Pelayanan untuk korban tsunami dari pihak RSKM ditetapkan dilakukan di pelayanan kelas tiga. Namun korban tsunami atas nama Nafis (8) menginginkan untuk dirawat di pelayanan kelas 2 sehingga harus dikenakan biaya tambahan," ujarnya. 

Zaenal menjelaskan, korban tsunami atas nama Nafis tersebut masuk RSKM Kota Cilegon sejak tanggal 23 - 30 Desember 2018. 

Dan pasien tersebut masuk dalam kategori luka berat yang harus dilakukan tindakan operasi.

Meski demikian, lanjut Zaenal, pihaknya mengakui tentang adanya petugas Struktural RSKM yang diperiksa oleh pihak Kepolisian Polres Cilegon terkait dengan adanya kasus dugaan pungli tersebut.

“Saya sendiri humas dipanggil, ada cash manajemen juga dipanggil, kepala instalasi pelayanan dan perawatan juga dipanggil, kasir dan beberapa petugas administrasi,” terangnya.

Terkait adanya selisih biaya ini, kata dia, sudah dijelaskan kepada pasien korban tsunami.

Sebelumnya,  Muginarto (48), warga Lingkungan Ramanuju Tegal, RT 01 Rw 11, Kelurahan Citangkil, Kecamatan Citangkil, Kota Cilegon. Dia merasa aneh, biaya pengobatan anaknya, Nafis Umaam (8) tidak ditanggung pemerintah. Padahal Nafis korban tsunami Selat Sunda saat berada di Pantai Carita.

Nafis selama ini menjalani perawatan di Rumah Sakit Krakatau Medika (RSKM) milik BUMN yang berada di Kota Cilegon. Sejak kejadian, Nafis menjalani perawatan di RSKM dengan luka cukup parah.

“Total biaya perawatannya anak saya satu minggu di rumah sakit kurang lebih sebesar Rp 17 Juta, uang saya yang sudah masuk sebesar Rp 10,5 Juta ditanggung oleh BPJS sekitar Rp 2,9 Juta dan sisanya masih belum dibayar,” ujarnya saat ditemui awak media di kediamannya, Jumat (4/1/19).

Saat peristiwa tsunami Sabtu malam dirinya langsung menuju lokasi kejadian yakni di Villa Mutiara Carita untuk mencari anaknya yang berlibur dengan para tetangga rumahnya.

“Anak saya ketemunya pada Minggu sore di Rumah Sakit oleh tetangga dan langsung di bawa ke RSKM. Saya taunya pas anak ada di RSKM. Saat itu anak saya mengalami luka yang cukup parah tulang geser dan perlu di operasi. Saat ingin dioperasi pihak rumah sakit menerangkan bahwa biayanya harus dibayar,” ungkapnya.

Saat anaknya berada di rumah sakit, tidak ada satupun perwakilan pemerintah yang datang untuk melakukan pendampingan terhadap anaknya. Ia berharap agar pemerintah dapat menanggung seluruh biaya perawatan anaknya di rumah sakit.

“Sangat keberatan jika dipungut biaya. Saya tahu karena musibah ditanggung pemerintah, waktu mau dioperasi pihak rumah sakit menerangkan bahwa ini harus bayar. Selain itu Selama di rumah sakit perwakilan pemerintah tidak ada yang mendampingi dan sebenernya rumah sakit juga sudah tau anak saya korban tsunami,” imbuhnya.

Adapun jumlah korban tsunami yang yang ditangani oleh pihak RSKM Kota Cilegon Zaenal menyampaikan bahwa, terdapat kurang lebih sekitar 62 0rang korban. Dan saat ini semuanya sudah dipulangkan ke pihak keluarganya masing-masing.