Print this page

Kuprotes.....Jejakmu Berpijak

Kuprotes.....Jejakmu Berpijak

detaktangsel.com- SEKETIKA, KAU ini bagaimana
Kau bilang aku merdeka, kau memilihkan untukku segalanya
Kau suruh aku berpikir, aku berpikir kau tuduh aku kapir

Aku harus bagaimana
Kau bilang bergeraklah, aku bergerak kau curigai


Kau bilang jangan banyak tingkah, aku diam saja kau waspadai
Kau ini bagaimana


Kau suruh aku memegang prinsip, aku memegang prinsip kau tuduh aku kaku


Kau suruh aku toleran, aku toleran kau bilang aku plin-plan
Aku harus bagaimana


Aku kau suruh maju, aku mau maju kau selimpung kakiku
Kau suruh aku bekerja, aku bekerja kau ganggu aku
Kau ini bagaimana


Kau suruh aku taqwa, khotbah keagamaanmu membuatku sakit jiwa
Kau suruh aku mengikutimu, langkahmu tak jelas arahnya
Aku harus bagaimana


Aku kau suruh menghormati hukum, kebijaksanaanmu menyepelekannya
Aku kau suruh berdisiplin, kau menyontohkan yang lain
Kau ini bagaimana


Kau bilang Tuhan sangat dekat, kau sendiri memanggil-manggilNya dengan pengeras suara setiap saat


Kau bilang kau suka damai, kau ajak aku setiap hari bertikai
Aku harus bagaimana


Aku kau suruh membangun, aku membangun kau merusakkannya
Aku kau suruh menabung, aku menabung kau menghabiskannya
Kau ini bagaimana


Kau suruh aku menggarap sawah, sawahku kau tanami rumah-rumah
Kau bilang aku harus punya rumah, aku punya rumah kau meratakannya dengan tanah
Aku harus bagaimana


Aku kau larang berjudi, permainan spekulasimu menjadi-jadi
Aku kau suruh bertanggung jawab, kau sendiri terus berucap Wallahu A'lam Bisshowab
Kau ini bagaimana


Kau suruh aku jujur, aku jujur kau tipu aku
Kau suruh aku sabar, aku sabar kau injak tengkukku
Aku harus bagaimana


Aku kau suruh memilihmu sebagai wakilku, sudah ku pilih kau bertindak sendiri semaumu


Kau bilang kau selalu memikirkanku, aku sapa saja kau merasa terganggu
Kau ini bagaimana


Kau bilang bicaralah, aku bicara kau bilang aku ceriwis
Kau bilang jangan banyak bicara, aku bungkam kau tuduh aku apatis
Aku harus bagaimana


Kau bilang kritiklah, aku kritik kau marah
Kau bilang carikan alternatifnya, aku kasih alternatif kau bilang jangan mendikte saja
Kau ini bagaimana


Aku bilang terserah kau, kau tidak mau
Aku bilang terserah kita, kau tak suka
Aku bilang terserah aku, kau memakiku
Kau ini bagaimana


Atau aku harus bagaimana

Kau Ini Bagaimana Atau Aku Harus Bagaimana, inilah judul puisi karya Gus Mus alias KH Mustofa Bisri paling kusukai. Seolah itu mewakili ribuan, bahkan jutaan rakyat yang takut protes. Takut suara lantang. Juga ditangkap Densus 88, bukan salep 88, dituduh teroris dan juga bukan dituding virus kurap atau kutu air.


Mungkin juga takut enggak jatah amplop karena saat jelang pemilu, baik caleg maupun capres tebar uang. Padahal belum tahu jejak uang itu berpijak. Berpijak hukum haram atau halal. Main embat para kaum penakut itu. Lebih besar mudharat ketimbang manfaatnya uang atau amplop dari caleg maupun capres.


Ini lagi, bukan isu, gosip atau kampanye hitam. 100 persen hasil survei cukup kapabel, kredibel, dan enggak makan kabel. Bahwa perbincangan soal sosok wakil rakyat alias Dewan Perwakilan Rakyat di lima portal berita online terbesar, blog, dan forum selama setahun terakhir didominasi oleh isu-isu negatif. Tidak ada pembicaraan yang mengarah pada hal yang positif.


Demikian temuan dari penelitian Prapancha Research sepanjang 2013 di lima portal berita online paling besar yaitu Detik.com, Kompas.com, Tribunnews.com, Okezone.com, dan Tempo.co.id Selain itu, penelitian juga memasukkan perbincangan dalam forum dan blog.


Hasilnya, 96 persen perbincangan soal DPR adalah hal negatif dan 4 persen bersifat netral. Perbincangan soal DPR ini lebih banyak soal isu korupsi sebanyak 24.830 kali perbincangan, isu pelesiran dan pemborosan anggaran negara sebanyak 17.300 kali, isu disiplin kehadiran anggota DPR sebanyak 1.685 kali.


"Sejalan dengan persepsi masyarakat, dapat kita lihat bahwa publik itu punya kecenderungan sentimen negatif terhadap DPR dan bisa berdampak pada pemilihan legislatif."


Dengan citra yang buruk itu, bukan tidak mungkin masyarakat akan semakin antipati terhadap DPR. Tingkat partisipasi mereka dalam pemilu pun bisa saja menurun.


"Citra DPR yang negatif ini bisa membuat masyarakat untuk golput."


Cukup menakjubkan seluruh partai politik peserta Pemilu 2014 memiliki dana yang melimpah demi memenangi pesta demokrasi lima tahunan tersebut.

Laporan awal dana kampanye yang diserahkan partai politik ke Komisi Pemilihan Umum pada 27 Desember 2013 lalu menunjukkan dana kampanye meningkat drastis.


Peningkatan tertinggi dana kampanye dipegang Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), yaitu dari sebelumnya Rp 3,6 miliar menjadi Rp 54,2 miliar, diikuti Partai Hanura dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.

Pada Pemilu 2009 lalu, dana kampanye yang dimiliki Hanura hanya Rp19,1 miliar. Namun, sekarang dalam laporan awalnya, Hanura telah mengantongi dana kampanye sebesar Rp 135,5 miliar.

Sementara itu, dana awal kampanye PDI Perjuangan untuk Pemilu 2014 mendatang tercatat sebesar Rp 130 miliar, dibandingkan sebelumnya yang hanya Rp 38,9 miliar.


Tingginya dana kampanye yang disiapkan partai politik mengindikasikan jika ada upaya untuk mempersiapkan modal politik besar untuk menghadapi pemilu mendatang. Namun, ada dugaan partai politik tak sepenuhnya jujur dalam melaporkan dana kampanye pada Pemilu 2009 lalu.

Sementara itu, dilihat dari sisi publik, meningkatnya dana kampanye secara drastis menunjukkan jika partai politik mulai mendapat kepercayaan dari masyarakat. Sehingga banyak masyarakat yang pada akhirnya menyumbang dana kampanye bagi partai politik. Ternyata, yang tergambar dari sisi penerimaan partai hanya tergambar sumbangan dari calon anggota legislatif saja.


"Oh my god!"
"Kenapa mengeluh, Nal."
"Bingung 'n heran, Man. Katanya, krisis moneter lha partai politik kok tajir.

Kok rakyat kecil sering dibodoh-bodohi ya. Coba, seluruh dana politik dari partai itu dikumpulkan dan disumbangkan untuk kepentingan rakyat kecil, woooh.........!"


"Pikiran di otakmu macam-macam bae, Nal."


"Aku serius, Man. Soalnya sama makin enggak jelas. Lihat, banyak caleg secara ideologi juga enggak jelas. Sumber dana juga enggak jelas. Lama-kelamaan kita dibikin enggak jelas."


"Maksudnya?"
"Datamu bisa dibikin enggak jelas. Sekarang zaman sudah canggih. Apapun bisa dijadikan enggak jelas."


"Ya, aku nyambung kalo begitu, Nal."


"Pantes, sebagian besar jejak caleg berpijak enggak jelas. Seharusnya caleg mampu menunjukkan ideologi politiknya secara pribadi dari mana. Nasionalis, kapitalis atau komunis."


Jelang kepeminpinan Pak Dhar (Sudharmono) berakhir di Golkar, dihebohkan adanya isu kader komunis menerobos barigade partai berlambang beringin tersebut. Konon, orang 'dekat' Pak Dhar berinisial Z adalah mantan aktivis CGMI (Central Gerakan Mahasiswa Indonesia). Organisasi kemahasiswaan ini adalah organisasi sayap Partai Komunis Indonesia (PKI).


Isu komunis ini masih berlanjut setelah Wahono gantikan Pak Dhar pimpin Golkar. Dikabarkan Golkar kembali disusupi kader komunis. Ia terpilih sebagai Ketua Departemen Tani dan Nelayan. Nah, Golkar tergolong ketat pertahanannya, tapi tetap kecolongan.


"Itulah Man, aku khawatirkan. Kejadian serupa menimpa partai politik peserta pemilu. Aku pelajari dan analisi banyak jejak caleg berpijak enggak jelas, buram."


"Kalau ada partai kecolongan dan caleg bersangkutan jadi duduk di kursi dewan, sungguh bahaya laten.Itu maksudku data bisa dihilangkan. Yang jelas bisa diburamkan. Yang buram bisa diperjelas."


Sungguh sampai kapan potret negeri ini tidak buram lagi. Ngelihatnya membuat mata sakit. Siapa patut disalahkan? Banyak partai politik peserta pemilu, juga banyak masalah. Soalnya pengalaman menunjukkan bukti, hanya tiga partai politik semasa Orde Baru saja, masalah besar terus menggelinding bak bola salju.


Akhirnya sikap politikku jelas, mantap, dan tidak bisa diganggu, apalagi digugat siapapun. Kuambil telepon seluler dan kukirimkan SMS kepada seluruh kawan-kawan seperjuangan.


"SMS ini anggaplah sebagai wakil sikapku. Bahwa matahariku cukup satu yaitu ALLAH. Aku punya urusan dengan kepentingan caleg dan partai politik. Tidak ada seorang pun kan merayuku. Mulai hari ini, aku tidak akan mengikuti perkembangan dan isu sekitar konstelasi politik nasional."


"Takut diriku jadi enggak jelas, buram. Makasih, selamat berjuang."


Selang beberapa detik, ratusan SMS masuk dan ngebalas isi SMS ku. Isinya mirip penghuni kebun binatang. Sangat variatif.