Walikota Bogor Bingung Tata Warga Bantaran Sungai

Walikota Bogor  Bingung Tata Warga Bantaran Sungai

detaktangsel.com- BOGOR, Tak hanya Sodetan Ciliwung-Cisadane yang mendapatkan penolakan dari  Pemerintah Kota dan Kabupaten Tangerang, Penataan bantaran sungai di sepanjang Ciliwung juga menuai kendala yang sangat besar.

Alhasil, kondisi ini membuat Walikota Bogor Diani Budiarto Kebingungan, karena salah satu kesepakatan yang tertuang dalam pertemuan beberapa waktu lalu adalah menata Daerah Aliran Sungai (DAS. Artinya 20 meter dari bibir sungai tidak boleh ada bangunan. Sementara, kenyataan di lapangan ada ribuan bahkan puluhan ribu warga Kota Bogor yang hidup di bantaran Sungai Ciliwung dan Cisadane.

“Penertiban kawasan Puncak yang hanya ratusan dan punyanya orang berduit saja sulit. Bagaimana dengan puluhan ribu orang kecil begini. Ini sama saja ngeberesan republik," ujar Diani. Menurut dia, hal yang paling sulit adalah mengubah kultur mereka. Apalagi, warga yang tinggal di bantaran sungai sudah menganggap bantaran sungai sebagai "habitat" mereka.

Contoh paling riil, warga yang tinggal di bantaran sungai dan bangunan rumahnya sudah longsor memilih untuk mengungsi di rumah saudaranya yang juga berada di bantaran sungai dibandingkan direlokasi ke rumah susun sewa milik Pemkot Bogor. Pemkot Bogor bahkan sempat menata Babakan Cipeundeuy menjadi kawasan water front city. Artinya, rumah warga tidak membelakangi sungai tetapi menghadap sungai.

Sejauh ini upaya Pemkot Bogor tidak membuahkan hasil. Tetap saja, mereka tinggal di bantaran dan rumahnya membelakangi sungai. Sehingga sungai berubah jadi tempat sampah raksasa,” terang  orang nomor satu di Kota Bogor ini.

Dirinya juga tidak mempungkiri ada beberapa bangunan atau lahan yang berada di bantaran sungai pun secara legal dimiliki oleh masyarakat. Dengan demikian, masyarakat memiliki izin pembangunan hingga sertifikat tanah sejak puluhan tahun yang lalu. "Sebagian malah lahan itu resmi dimiliki warga. Siapa yang ngeluarin sertifikatnya,” imbuhnya.

Meski demikian, Pemkot Bogor sedang berusaha mencari formulasi untuk menata kawasan Pulo Geulis dan Babakan Cipeundeuy yang berada di sempadan sungai. Meski, sampai sekarang masih terjadi penolakan warga, terutama yang memiliki sertifikat tanah dan perizinan lengkap.

"Sekarang sedang dicari formulasinya seperti apa. Rencananya ditata ada permukiman vertikal, kawasan hijau dan resapan air dan lain sebagainya. Tapi masih susah," tambah Diani.

Sementara itu, Maksum (30) yang sebagian rumahnya sudah roboh tergerus arus sungai Ciliwung mengaku tidak bisa berbuat banyak. “Habis mau gimana lagi, mau pindah atau beli rumah lagi engga ada uangnya,” ujar Maksum.

Menurutnya, meski Pemkot Bogor telah menawarkan solusi kepada mereka, yaitu untuk menempati  Rumah Susun Sewa (Rusunawa), namun solusi tersebut dinilai kurang tepat. “Memang untuk tiga bulan pertama gratis, tapi kan kami tidak akan mungkin selamanya tinggal di Rusunawa itu. Makanya kami menolak dipindahkan kesana, karena tidak punya uang untuk biaya sewa nantinya,” ujar pekerja serabutan.

Atkah, warga lainnya mengaku bahwa rumah yang ditempatinya kini sudah menjadi hak milik, sehingga wajar jika dirinya mendapatkan kompensasi dari Pemkot Bogor. “Dua bulan lagi lunas sih, dan kami tiap bulan bayar pajak,” katanya.

Menurut Atikah, tebingan di bantaran di wilayahnya sudah terjadi sejak belasan tahun lalu. Arus sungai mengikis secara perlahan-lahan tebingan hingga mengancam rumah warga. “Dulu jarak antara dapur rumah dengan bibir sungai cukup jauh, sekarang buka pintu dapur bawahnya sungai,” paparnya.    

Ia dan warga lainnya yang rumahnya terancam berharap Pemkot Bogor memberikan kompensasi agar mereka bisa membeli rumah di tempat yang lebih aman. “Dari pada buat bikin turap sampai miliaran rupiah, lebih baik uangnya buat kami untuk beli rumah atau sewa kontrakan di tempat lain,” pintanya. (rul)

 

 

Go to top