Print this page

Peradilan Anak Harus Berbeda

Peradilan Anak Harus Berbeda

detakserang.com - BANTEN, Proses peradilan anak sering kali mengabaikan kondisi psikologis perkembangan anak-anak. Padahal mereka memiliki kondisi mental yang rentan terhadap kekerasan dan aspek traumatik yang berkepanjangan. Selain itu, kondisi mental anak-akan cenderung tidak sehat jika proses peradilan terhadap anak masih menggunakan mekanisme peradilan seperti orang dewasa.

Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Provinsi Banten Muhammad Uut Lutfi mengatakan, proses peradilan anak di Banten atau Serang khususnya, masih mengabaikan kondisi mental anak. Karena proses peradilan anak-anak masih seperti orang dewasa.

"Hakim tidak boleh memakai baju hakim seperti mengadili orang dewasa," katanya kepada wartawan, Rabu (23/4).

Penegak hukum, lanjut Lutfi, sebagai pintu utama proses hukum anak harus lebih peka terhadap hal ini. Misalnya, secara psikis anak saat tersandung masalah.

Sementara sebutan 'narapidana anak', kata Lutfi, sedemikian rupa harus dihilangkan. Julukan ini menjadi traumatis dan membekas pada anak-anak.

Berdasarkan catatan LPA Banten, 20 perkara kasus anak dalam penanganan sejak Januari hingga April 2014. Tiga kasus di antaranya melibatkan pelaku anak-anak.

"Ada yang terkait pelecehan seksual, kekerasan yang dilakukan oknum guru, dan lain-lain," ujarnya.

Lutfi berharap pemberlakuan UU No 11/2012 tentang Sistem Peradilan Anak akan berlaku 31 Juli 2014. Keberadaan UU ini diharapkan akan melahirkan perbaikan. Dengan demikian, tidak semua anak diproses pidana di masa mendatang.

Menurutnya, anak yang menjalani proses hukum di bawah usia 12 tahun tidak harus ditahan. Namun dikembalikan dan mendapat bimbingan orangtua.

Sedankan anak usia 14 tahun ke bawah, ia menambahkan, hakim harus menyerahkan ke Dinas Sosial setempat.