Print this page

Dinilai Langgar Aturan Pelantikan Pj Sekda Banten Disoal

Dinilai Langgar Aturan Pelantikan Pj Sekda Banten Disoal

Detakbanten.com, BANTEN -- Pelantikan Penjabat (Pj) Sekretaris Daerah (Sekda), Muhammad Tranggono oleh Pj Gubernur Provinsi Banten, Al Muktabar, menuai permasalahan baru.

Pasalnya, pelantikan Pj Sekda dilakukan oleh Pj Gubernur Banten yang baru-baru ini ditunjuk oleh Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian sebagai penjabat pengganti sementara jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur guna mengisi kekosongan jabatan karena habis masa baktinya.

Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Herman Suparman, mengatakan, kegiatan pelantikan Penjabat (Pj) Sekretaris Daerah (Sekda), Muhammad Tranggono oleh Pj Gubernur Provinsi Banten Al Muktabar, melalui Surat Keputusan Gubernur Banten Nomor : 821: /Kep.076-BKD/2022 tentang Pengangkatan Penjabat Sekretaris Daerah Provinsi Banten, dinilai kurang tepat. Pasalnya Al Muktabar bukanlah Gubernur definitif melainkan hanya seorang Pj Gubernur yang diangkat oleh Mendagri untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur yang habis masa baktinya.

“Pelantikan Pj Sekda yang dilakukan Pj Gubernur Banten itu abu-abu. Sejak dari awal, kami mendorong Mendagri, Tito Karnavian untuk mengeluarkan regulasi soal petunjuk teknis pengangkatan dan kewenangan PJ Gubernur. Hingga saat ini, Mendagri belum mengeluarkan regulasi tersebut,” tegasnya, Selasa 24 Mei 2022.

Menurut Herman, kegiatan yang pelantikan Pj Sekda Provinsi Banten dapat menimbulkan kekacauan (chaos) dalam pelayanan publik di lingkungan Pemerintahan Daerah Provinsi Banten. Karena itu, lanjut Herman, regulasi petunjuk teknis soal pengangkatan dan kewenangan Pj Gubernur perlu segera dikeluarkan oleh Mendagri, “agar tidak terjadi kesimpangsiuran kewenangan Pj, termasuk soal seperti apa evaluasi dan monitoring terhadap kinerja Pj. Harus ada hitam di atas putih,” cetusnya.

Seperti diketahui hingga saat ini, Mendagri enggan mengeluarkan regulasi baru, karena masih mengacu pada Permendagri No 1 tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 74 Tahun 2016 Tentang Cuti Di Luar Tanggungan Negara Bagi Gubernur Dan Wakil Gubernur, Bupati Dan Wakil Bupati, Serta Wali Kota Dan Wakil Wali Kota, yang dinilai Herman tidak relevan dengan kondisi saat ini.

Menurut Herman, Permendagri tersebut memiliki konteks yang berbeda. Di mana dalam Permendagri No 1 tahun 2018, hanya mengatur soal masa jabatan Kepala Daerah yang melakukan cuti selama enam bulan untuk kegiatan kampanye, tidak mengatur tentang masa jabatan Kepala Daerah yang habis masa baktinya.

“Hari ini Pj itu bisa menjabat selama satu tahun atau diperpanjang lagi dua tahun, kewenangannya harus diperjelas karena Pj ini melewati hingga dua tahun anggaran pembangunan (APBD) dan itu adalah keputusan-keputusan strategis. Dan apakah Permendagri No. 1 tahun 2018 itu masih relevan? Maka dalam konteks ini aturan tersebut sudah tidak relevan. Dan ini bisa menimbulkan chaos dan berbahaya. Apalagi jika yang dilakukan Pj Gubernur Provinsi Banten diikuti oleh Pj Gubernur Provinsi lainnya, ini baru bulan pertama,” jelasnya.

Agar kegaduhan ini tidak meluas, dirinya mendesak Mendagri untuk segera mengeluarkan regulasi petunjuk teknis pemilihan Pj Gubernur, Bupati dan Walikota sesuai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 15/PUU-XX/2022 yang diketok palu pada tanggal 10 Maret 2022, mengenai penunjukan Penjabat Gubernur, Bupati, dan Walikota yang masa jabatannya berakhir di tahun 2022 yang mensyaratkan soal penerbitan regulasi baru tentang mekanisme pemilihan, pengangkatan penjabat, soal kewenangan penjabat, soal monitoring dan evaluasi penjabat.

“Jika tidak ada regulasi soal pengangkatan dan kewenangan Pj Gubernur, akibatnya secara legalitas pelantikan Pj Gubernur tidak memiliki dasar hukum yang kuat, tentu hal ini sangat rawan digugat,” pungkasnya.