Print this page

Dindik Banten Diduga Lakukan Korupsi Berjamaah

Dindik Banten Diduga Lakukan Korupsi Berjamaah

detakbanten.comBanten - Dinas Pendidikan (Dindik) Provinsi Banten, diduga telah melakukan korupsi secara berjamaah, sehingga menyebabkan terjadinya temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Khususnya dalam pemberian beasiswa S2 dan S3, mencapai 1,76 Miliyar.

Sekretaris Umum Barisan Aliansi Mahasiswa Banten Bersatu (Bambu), Erik mengatakan pada tahun 2013, Pemprov Banten melalui Dindik Banten telah melaksanakan kegiatan Bantuan Pendidikan bagi Mahasiswa S2 dan S3 senilai Rp1,76 miliar.

Kegiatan ini diperuntukan bagi 92 mahasiswa S2 dengan nilai Rp15 juta setiap penerima beasiswa dan 19 mahasiswa S3 dengan nilai Rp20 juta penerima beasiswa.

"Kami menduga Kepala Dindik Banten dengan peran mengeluarkan Surat Keputusan SK Pembentukan Tim Verifikasi Bantuan Hibah Uang, SK tentang Penetapan Nama Penerima Beasiswa bagi mahasiswa S2 berprestasi, dan SK tentang Penetapan Nama Penerima Beasiswa bagi mahasiswa S2 berprestasi," ujarnya, Rabu (23/10/14).

Kemudian, lanjut Erik. peranan Kasie Pendidikan Tinggi (Dikti) yakni Merencanakan dan Menganggarkan kegiatan pemberian beasiswa S2 dan S3. selain itu kegiatan tersebuttidak di publikasikan secara transparan.

"Karenanya banyak masyarakat yang tidak tau adanya program beasiswa dari Dindik Banten, bahkan saat pencairanpun melalui kegiatan ini melalui SP2D-GU. sehingga kami menilai Dindik tidak transparan," Katanya.

Senada Ketua Barisan Aliansi Banten BersatU (BAMBU), Ivan saputra. Dalam hal ini Bendahara Dinas Pendidikan Banten berperan membuat SP2D-GU berdasarkan SK Kepala Dindik Banten.

"Tim Verifikasi Bantuan Hibah Uang tugasnya memberikan rekomendasi nilai beasiswa S2 sebesar Rp15 juta dan S3 sebesar Rp20 juta. Kemudian menentukan (perangkingan) penerima hibah dengan item-item penilaian yang tidak mempunyai bobot, sehingga perangkingan dinilai subyektif," ungkapnya.

Ivan menyatakan, dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan Dindik Banten, yakni menyimpan kegiatan bantuan pendidikan tersebut di pos belanja pegawai dengan komponen uang yang diberikan kepada pihak ke tiga atau masyarakat.

"Hal itu dinilai telah melanggar Permendagri nomor 13 Tahun 2006 tentang pedoman pengelola keuangan daerah, yang telah diubah dengan Permendagri nomor 21 Tahun 2011," jelasnya.