" Padahal secara aturan, yang berhak membuat surat izin perceraian itu adalah bupati Tangerang melalui kepala BKPSDM, karena golongan ASN istri saya IIIB,"terang H Aliudin, kepada detakbanten.com. Rabu (27/5/2020).
Meski hakim pengadilan negeri agama Tigaraksa tidak melanjutkan persidangan karena berkasnya kurang lengkap kata H Aliudin, namun sebagai seorang warga yang ditokohkan di Kronjo dirinya merasa di zholimi oleh dinas kesehatan, terutama Puskesmas Gunung Kaler, karena tetangga dan pegawai Staff Desa Kronjo serta ketua RT mengetahui pemanggilan surat dari pengadilan agama tersebut, dan semuanya menanyakan perihal perceraian tersebut, dan ini jelas nama baik saya tercemar.
" Dimana Fungsi Pembinaan berjenjang yang diamanatkan oleh undang-undang dan Peraturan Pemerintah, karena perceraian ASN itu tidak mudah hanya dengan secarik kertas dari kepala Puskesmas, seharusnya sebelum melangkah jauh, kedua belah pihak dimediasi oleh Kepala Puskesmas dan Dinas Kesehatan," terang H Aliyudin.
Semenjak Bidan Reni Mayaretna kabur dari rumah pada tanggal 7 Pebruari lalu dengan alasan ingin menenangkan diri kata H Aliyudin, ketiga anaknya yang usianya masih dibawah umur yang seharusnya membutuhkan kasih sayang ibunya sekarang psikisnya terganggu, namun sebagai seorang ayah dirinya berusaha meyakinkan ketiga anaknya bahwa ibunya saat ini sedang bertugas diluar, dan pasti kembali.
" Dan ini jelas kalau saya laporkan ke Kepolisian tentang penelantaran anak sangat bisa, namun saya belum mengarah kesitu, saya ingin agar anak-anak yang masih diawah umur butuh perhatian ibunya," terang H Aliudin.
Sementara sampai saat ini, Bidan Reny Mayaretna belum bisa dikomfirmasi, meski wartawan berusaha mencoba menemuinya di Puskesmas Gunung Kaler beberapa waktu lalu, dan dengan alasan bahwa dirinya sibuk.
" Maaf pak saya tidak bisa menemui, saya sedang pembinaan bidan desa,"terang Bidan Reni Mayaretna dalam pesan Whatsupnya beberapa waktu lalu.