Print this page

Bawaslu Tangsel Ingatkan Petahana Tidak Boleh Mutasi Pejabat Tanpa Ijin Kemendagri

Ketua Bawaslu Kota Tangsel Muahammad Acep (DB). Ketua Bawaslu Kota Tangsel Muahammad Acep (DB).
detakbanten.com TANGSEL - Bawaslu Kota Tangerang Selatan mengingatkan kepada Walikota dan Wakil Walikota, pasca pelantikkan eselon II kemarin (6/1/2020), tidak ada lagi mutasi pejabat selama 6 bulan kedepan.
 
Pasalnya, Aturan itu terhitung mulai 8 Januari 2020 atau enam bulan sebelum masa penetapan pasangan calon (paslon), telah tertuang dalam UU Pilkada Pasal 71 Ayat 2.
 
Ketua Bawaslu Tangsel Muhammad Acep menegaskan, Dalam pasal 71 ayat 2 disebutkan bahwa, Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Wali Kota dilarang melakukan penggantian pejabat sejak 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan, kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri).
 
"Sudah jelas, Pasal 71 dan 72 UU 10 tahun 2016, baik walikota dan wakil walikota tidak boleh, kalau pun mau silahkan saja tapi minta izin tertulis sama depdagri," tegas Acep kepada detakbanten.com melalui whatshap, Senin kemarin (13/1/2020).
 
Acep menjelaskan, walaupun pilkada 2020 di Tangsel hanya diikuti oleh Wakil Walikota Benyamin Davnie sebagai Petahana, tetap tidak dibolehkan melakukan mutasi pejabat. Karena yang disebut petahana adalah Walikota dan Wakil Walikota.
 
"Walikota dan Wakil merupakkan satu kesatuan yang disebut petahana, walaupun Airin tidak ikut lagi," ujar Acep.
 
Menurut Acep, pasca pelantikkan eselon II kemarin oleh Pemkot Tangsel, memang masih menyisakan beberapa jabatan yang kosong di OPD khususnya jabatan eselon III yaitu Sekretaris Dinas (Sekdis).
 
"Menurut saya kalau pun mau silahkan, Pemkot juga punya ruang untuk konsultasi ke depdagri," tandasnya.
 
Acep mengingatkan adanya sanksi bila kepala daerah petahana melanggar ketentuan mutasi pejabat berdasarkan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota atau biasa disebut UU Pilkada. 
 
Pada pasal 5 disebutkan bahwa, dalam hal Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota selaku petahana melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dan ayat 3, petahana tersebut bisa dikenai sanksi pembatalan calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.