Bendung Cihara Banyak Pejabat Terlibat

Bendung Cihara Banyak Pejabat Terlibat

detakbanten.com SERANG - Sidang lanjutan dugaan tindak pidana korupsi pembangunan bendung Cihara, di Desa Cikate, Kecamatan Cigemblong, Lebak pada tahun anggaran 2016 dengan nilai proyek sebesar Rp 3,5 miliar kembali di gelar di PN Tipikor Serang, selasa (9/7/2019).

Bendung Cihara, yang dilaksanakan dinas SDAP Provinsi Banten, berdasarkan temuan LHP Inspektorat Banten telah merugikan keuangan negara sebesar Rp. 900 juta menyeret Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) SDAP Banten, H. Ade Kurnia Pasti, konsultan pengawas, Agun Ginanjar dan Hendi serta pihak penyedia jasa Cepi Safyudin dihadirkan secara bersama-sama dalam persidangan.

Agenda sidang mendengarkan keterangan saksi Adi, sekretaris Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) merangkap ketua peneliti kontrak atau CCO, sekretaris CCO, Desi, anggota CCO, Solihin Wahyudi dan kasi BPBD Kabupaten Lebak, Rizki.

Ketua Cco, Adi dalam keterangannya mengaku tidak menandatangani Berita acara MC 0 karena ada gambar dan volume tambah kurang yang tidak dilengkapi oleh PT. Aji Tama Mulya sebagai penyedia jasa.

"Karena itu tim semuanya tidak tanda tangan, termasuk adendum perubahan gambar dan volume dari kontrak kami tidak tanda tangan," jelasnya.

Keterangan Adi tentu saja mengundang keheranan ketua majelis hakim, Hosiana Sida Balok, sebagai ketua Cco Adi telah lalai tidak turun ke lapangan untuk memastikan Mc 0, dan tidak mengontrol adanya adendum yang terbit dan sudah ditandatangi oleh PPK dan penyedia jasa.

"Ini tim apa, ko saudara tidak tahu, tanggungjawab saudara besar kenapa tidak menjalankan fungsinya," kejar Hosiana.

Sedangkan Desi, dia juga tidak mengikuti Mc 0 dan tugas tersebut diwakilkan kepada Solihin Wahyudi anggotanya.

"Kewenangan untuk melakukan Mc 0 semua yang terkait, mulai dari PPTK fisik, PPTK pengawas, tim Cco, PPHP, penyedia jasa dan konsultan pengawas, salah saya tidak hadir pada saat dilakukan Mc 0," beber Adi.

Sementara, Solihin Wahyudi mengaku dia yang membuat draft adendum dan mengerjakan yang berkaitan dengan administrasi. Dalam melakukan pengetikan pembuatan draf, komunikasi dengan Tb. Asep selaku PPTK fisik.

"Koordinasi pasti dengan pa Asep selaku PPTK. Termasuk tagihan pembayaran untuk penyedia jasa. SPP, SPM maupun SP2D PPTK yang tanda tangan untuk diteruskan kepada Pengguna Anggaran melalui PPK," jelasnya.

Keterangan Solihin membuat majelis hakim Hosiana merasa banyak yang tidak beres dalam proses peng-administrasian tersebut. Terbukti dari koordinasi antara ketua, sekretaris dan anggota Cco tidak konsisten.

"Ini bisa jadi saudara menjadi tersangka berikutnya, gak ngerti saya tim ko seperti ini cara bekerjanya," urai Hosiana.

Sementara, Dadang Handayani, kuasa hukum Ade Pasti menyatakan, dari perjalanan proses persidangan yang sudah berjalan dan dari keterangan saksi yang dihadirkan di awal sidang sampai sudah berjalan setenganya, banyak fakta yang dapat menjerat para pejabat tekhnis untuk diminta pertanggungjawabannya. Dia menilai proyek bendung Cihara tersebut sudah cacat diawal pada saat proses peleleangan di Pokja ULP.

"Dalam pemilihan perusahaan pemenang lelang sudah cacat. Yang dipilih perusahaan yang tidak memiliki pengalaman, kemudian tenaga ahli yang menjadi syarat mutlak, juga tidak di verifikasi secara detail oleh pokja," tegasnya.

Dikatakan Dadang, sudah dari proses pemilihan penyedia jasa yang dipaksakan, ada banyak pejabat yang tidak menjalankan tugas, fungsi dan tanggungjawabnya. Sehingga kualitas maupun kuantitas pekerjaan tidak akan sesuai dari yang diharapkan.

"Kacau semua ini, baik PPK pengawas, tim Cco maupun PPTK dapat diminta pertanggungjawabannya, kita lihat nanti peran dari masing-masing sesuai jabatannya," tandasnya.

 

 

Go to top