Sensasi atau Pencitraan, " Terlalu...."

Sensasi atau Pencitraan, " Terlalu...."

Inilah wajah dan perilaku politisi Indonesia. Selain banyak bertingkah, juga suka cari sensasi terutama menjelang Pemilu.    

MUNGKIN stigma itu layak disandang H Rhoma Irama (capres dari Partai Kebangkitan Bangsa) dan Wiranto (capres Partai Hanura). Maklum,  seolah mereka kurang PD (percaya diri) mencalonkan diri. Karenanya, salah seorang dari capres tersebut mudah terjebak konflik yang berbau pepesan kosong.
     Konon,  fakta isu yang beredar, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) geram dengan pernyataan Wiranto yang menyindir keinginan Rhoma Irama menjadi calon presiden (capres). Lalu, tanpa pikir panjang dan logis, PKB   menantang Wiranto adu debat dengan si 'Raja' dangdut.
     Muhaimin Iskandar kebakaran jenggot. Bak ayam jago, Cak Imim - panggilan akrab Muhaimin Iskandar - berkokok lantang. Ia menantang kubu Wiranto debat terbuka dengan dibantu dewan juri.
     Apa mau dan maksud Cak Imin? Tentu hal biasa dalam politik, masak politisi sekaliber dia mudah tersinggung. Bagaimana perasaan loyalis Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid) tidak tersinggung dan geram mengingat mereka tergusur dari PKB karena ulah Cak Imin.
     Bila visi-misi Bang Haji diadu dengan visi-misi Wiranto secara terbuka, maka apa yang mau diraih. Suara dukungan? He, he. he.........!
     Sungguh lucu, tapi maaf, lelucon Cak Imin itu tidak mampu mengocok perut sampai mules. Biasa, itu cuma dagelan politik.
     Kalo cuma untuk mengukur popularitas, kiranya masing-masing kedua partai politik dan capresnya sudah populer. Siapa enggak kenal PKB-Rhoma Irama. Begitupun siapa enggak kenal Wiranto-Partai Hanura.
     Publik biar tahu mana yang bagus visi dan misinya? Dan bagaimana popularitasnya diukur?  Apalagi Cak Imin sampai ajukan usulan  dilakukan voting   supaya terjadi fairness?
     Sesungguhnya Cak Imin beserta PKB dan capresnya, pinjam istilah almarhum Gus Dur, salah 'minum obat'. Sehingga Cak Imim 'meriang' mendengar celotehan Wiranto.
     Siapa pun tahu, tidak akan meremehkan, apalagi sampai melecehkan Rhoma Irama menjadi capres. Karena, baik rakyat maupun sebagian besar politisi yang punya akal sehat sangat menghargai sekaligus menghormati Rhoma Irama yang gagah berani mencalonkan diri sebagai capres.
     Meningginya tensi politik ini  bermula ketika Wiranto mengikuti debat capres yang digelar Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI),  Jumat (13/12).  Memang, pernyataan Wiranto saat itu membikin kuping dan hati panas. Kebetulan capres dari PKB adalah Rhoma Irama, otomatis merasa tersinggung oleh sentilan Wiranto.
Tidak kurang dan tidak berlebihan. Pernyataan Wiranto saat itu;  ‘Sekarang ini penyanyi dangdut dijadiin calon. Ada lagi pelawak, nanti lama-lama pemain akrobat juga dicalonkan. Makanya korupsi jalan terus.
     Namanya juga Wiranto kalau tidak pandai berkelit. Politisi berpangkat jenderal ini mengaku  tidak bermaksud menyindir Rhoma, bahkan  tidak pernah menyebut nama orang per orang.
Wiranto mengaku tidak punya watak menyinggung, merendahkan, dan melecehkan orang lain. Pengakuan Wiranto, mungkin, yang jujur itu tidak mampu meredam emosi Cak Imin.
 Penulis menyayangkan kedua kubunya konflik sebelum peperangan sebenarnya dimulai.   Satu sisi seharusnya kubu Cak Imin tidak mudah tersinggung dan tawadhu. Di sisi lain, kubu Wiranto tidak ‘celometan’ memaparkan pemikiran.
Ibarat pribahasa mengatakan, banyak jalan menuju Roma. Nah, artinya banyak jalan mencari dan menyebarkan pesona dalam upaya pencitraan. Masak politisi sekaliber Cak Imin dan Wiranto diajari penulis. Malu Aah! ( andarino saka gita tamtama, mahasiswa semester V IISIP Jakarta)

 

 

Go to top