Perspektif Tata Ruang Tangerang Utara

Perspektif Tata Ruang Tangerang Utara

detakbanten.com - Tata ruang ditilik dari wujud struktur ruang dan pola ruang. Dimana struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarki memiliki hubungan fungsional. Sedangkan pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya, termasuk didalamnya adalah lahan pertanian (UU Nomor 26 Tahun 2007).

Nah, dalam penyusunan rencana tata ruang atau istilah kerennya zoning regulation, seharusnya ada estimasi dan analisa yang mendalam terkait alih fungsi lahan pertanian utamanya yang berada pada kawasan pedesaan yang seharusnya tetap dipertahankan dan dilindungi.

Contohnya, seperti penerapan zoning regulation sebagai instrumen pengendalian perubahan pemanfaatan lahan pertanian tanaman pangan ke permukiman. Memang hal tersebut tidak dapat diwujudkan tanpa campur tangan berbagai pihak. Seperti Pemerintah Daerah sebagai pengawas pengendalian lahan pertanian tanaman pangan dan petani sebagai pelakunya.

Selanjutnya harus ada Peraturan Daerah sebagai instrumen pengendalian perubahan pemanfaatan lahan pertanian tanaman pangan agar kekuatannya lebih mengikat. Lalu sosialisasi pada masyarakat menjadi agenda penting dan hukumnya wajib, agar masyarakat tidak mengubah lahan pertaniannya menjadi lahan terbangun dan masyarakat tidak merasa tercurangi karena tidak tahu peraturan tersebut.

Untuk kasus ini mustahil masyarakat dengan mudah menaatinya, maka perlu penerapan mekanisme disinsentif dan sanksi administratif sebagai bentuk instrumen pengendalian perubahan pemanfaatan lahan pertanian.

Kepala daerah diingatkan untuk hati-hati mengeluarkan keputusan soal alih fungsi lahan. Sebab, jika itu dilakukan sembarangan untuk kepentingan lain bakal terancam hukuman pidana dan denda. Undang-undangnya mengatakan seperti itu, karenanya bupati dan walikota tidak boleh sembarangan melakukan alih fungsi areal yang sudah ditetapkan sebagai lahan persawahan berkelanjutan .

Dalam pasal 73 Undang-Undang No.41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan menyebutkan, setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin pengalihfungsian lahan pertanian pangan berkelanjutan tidak sesuai dengan ketentuan pidana dengan sanksi penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun. Sedangkan dendanya paling sedikit Rp 1 miliar dan paling banyak Rp 5 miliar. ( RAKYAT MERDEKA , 14 Maret 2014 )

Jika tak ada tindakan yang tepat pada sektor pertanian, ketahanan pangan kita tak bisa dipertahankan. Ancaman tersebut dapat 'memaksa' Indonesia mengimpor produk pangan guna memenuhi kebutuhan dalam negeri. Untuk yang satu ini sudah tak terelakkan, buktinya di supermarket isinya sayuran, buah-buahan, ikan, daging, impor semua.

Impor pangan yang semakin menjadi ini akan memperlemah ekonomi Indonesia, karena kantong kocek dirogoh untuk hal-hal yang bersifat konsumtif yang sebenarnya dapat diproduksi sendiri. Padahal, negara Indonesia adalah negara yang dikenal dengan kedigdayaannya pada sektor agraria.

Konflik tersebut diperparah dengan adanya fakta bahwa lahan-lahan pertanian kita semakin tergerus dengan penggunaan lahan yang lainnya, seperti perubahan fungsi menjadi lahan permukiman, industri bahkan perdagangan. Perubahan pemanfaatan lahan pertanian ini merupakan ancaman terhadap pencapaian ketahanan pangan. Perubahan pemanfaatan lahan mempunyai implikasi yang serius terhadap produksi pangan, lingkungan fisik, serta kesejahteraan masyarakat pertanian yang kehidupannya bergantung pada lahannya.

Secara yang saya pahami adalah dari segi tata ruang, harapan saya tata ruang mampu meminimalisir alih fungsi lahan pertanian ini. Tata ruang ditilik dari wujud struktur ruang dan pola ruang. Dimana struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarki memiliki hubungan fungsional. Sedangkan pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya, termasuk didalamnya adalah lahan pertanian (UU Nomor 26 Tahun 2007).

Mengacu pada hasil survey wilayah kerja Dinas Unit Pelaksana Teknis (UPT) Irigasi Pantai Utara terkait konversi lahan sawah di Kecamatan Teluknaga , Kecamatan Paku Haji dan Kecamatan Kosambi mendapatkan hasil wajib waspada. Kondisi luas lahan pertanian sebagai bagian dari lahan resapan di Kabupaten Tangerang wilayah Utara setiap tahun mengalami penurunan luas lahan.

Penurunan tidak lain disebabkan konversi dan lahan pertanian berubah menjadi lahan pergudangan, industri, perumahan, pemukiman kampung dan jalan. Diperkirakan, beberapa tahun ke depan, banjir akan menghantui beberapa wilayah di Kecamatan Paku Haji, Sepatan Timur,Sepatan induk,Teluknaga dan Kosambi karena berkurangan resapan air akibat konversi.

Lahan pertanian produktif berkurang seluas 70 hektare tiap tahun di kawasan Pantai Utara Kabupaten Tangerang, Banten. Lahan pertanian tergerus lantaran dijadikan kawasan perumahan dan pabrik ( Sekretaris Dinas Pertanian dan Peternakan Pemkab Tangerang, Mawardi Nasution 6/3 ). Lahan pertanian tersebar pada 29 kecamatan dengan luas mencapai 41 ribu hektare.

Namun, penyusutan lahan persawahan dengan menggunakan irigasi teknis itu berpengaruh terhadap produksi padi setempat. Kita semua menyesalkan pengembang melakukan upaya pengurukan lahan produktif menjadi kawasan perumahan, pusat perbelanjaan dan pergudangan. Masalah lahan berkurang itu terjadi di Kecamatan Sepatan, Mauk, Teluknaga, Kosambi, Cikupa, Balaraja dan Pakuhaji. Bila dibiarkan masalah tersebut tentu akan berpengaruh besar terhadap ketahanan pangan setempat.

Catatan kami bahwa konversi Iahan pertanian dalam satu tahun terakhir di Kecamatan Teluknaga terjadi konversi lahan pertanian seluas 10 hektar. Pada akhir tahun 2009. Teluknaga tercatat memiliki 1.993 hektare lahan peresapan. Pada akhir tahun 2010 berkurang menjadi 1.983 hektare. Sedangkan di Kecamatan Kosambi terjadi konversi lahan pertanian seluas 15 hektar per tahun. Pada akhir 2009, Kosambi mempunyai luas area peresapan 433 hektare. Pada akhir 2010 mengalami penurunan hingga 418 hektar. Bisa diprediksi, apabila konversi tens dibiarkan, beberapa tahun ke depan Tangerang Utara terutama Kecamatan Paku Haji, Sepatan,Teluknaga dan Kosambi akan menjadi tempat langganan banjir, mengingat tanah penyerapan pertanian terkurangi sekitar 25 hektar per tahun.

Kerugian yang diakibatkan alih fungsi lahan sawah

Susutnya luas sawah yang diakibatkan alih fungsi, merupakan pemandangan dan berita sehari-hari, sehingga kita cenderung melupakan kerugiannya. Kedaulatan, kemandirian dan ketahanan pangan semakin menjadi angan-angan. Apalagi ditambah dengan pertumbuhan penduduk yang tidak terkontrol.

Definisi secara sederhana: Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi Negara sampai dengan perseorangan. Kemandirian pangan diartikan kemampuan Negara dalam memproduksi pangan dari dalam negeri yang dapat menjamin pemenuhan pangan . Kedaulatan pangan adalah hak Negara dan bangsa menentukan kebijakan pangan yang menjamin hak atas pangan bagi rakyat dan yang memberikan hak bagi masyarakat untuk menentukan system pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal.

Sekali kehilangan lahan sawah mereka, petani kita yang miskin menjadi semakin miskin, karena mereka kehilangan sumber pendapatan mereka. Pendidikan petani kita sangat terbatas sehingga sukar sekali bagi mereka mendapatkan pekerjaan yang memberikan hidup yang layak. Meningkatnya frekuensi maupun intensitas banjir karena berkurangnya daya resap air. Setelah terjadi pengalihan fungsi lahan besar-besaran dari areal sawah menjadi tanah darat. Luas areal pertanian yang dialihkan fungsinya setiap tahun cukup signifikan, yaitu sekitar 500 hektar. Hal ini terjadi karena pesatnya pembangunan infrastruktur, seperti jalan dan perumahan, sementara pemeliharaan saluran irigasi yang sangat dibutuhkan petani terabaikan.

Akibatnya, banyak lahan sawah terkena imbas lalu dijadikan tanah darat untuk membuat rumah dan sebagainya. Sebagian sawah irigasi teknis di beberapa Kecamatan di Kabupaten Tangerang telah beralih fungsi menjadi kawasan pergudangan. Ini mengakibatkan Tangerang yang tadinya menjadi salah satu lumbung padi kini mengalami ketergantungan beras dari wilayah lain karena kekurangan pangan. Jumlah kekurangan produksi beras di Kabupaten Tangerang sebesar 140.000 ton tiap tahun (kompas 6/2/4).

PERISTIWA KONVERSI LAHAN TANGERANG UTARA

Sepatan Pembebasan lahan berlangsung secara sporadis, kalau lahan sudah dibebaskan langsung diurug. Padahal di sekitar lahan ada tanaman padi berumur 2-4 minggu jadi rusak. Pembebasan lahan yang dilakukan pengembang PT Tri Putra Bangun Persada, pengembangan perumahan GLW.Warga mengkhawatirkan bila pengurugan dan pembangunan kawasan perumahan tidak terkendali, bisa merambat ke Situ Sulang (kawasan resapan air) yang berada bersebelahan dengan pembangunan kawasan perumahan tersebut. Situ Sulang mengairi lahan di 15 desa termasuk Lebak Wangi, Pondok jaya, Sepatan.

Paku Haji
Belum lagi kebijakan Bupati Tangerang dan prakarsa pengembang yang bertentangan dengan ketahanan pangan dan tata ruang Kabupaten Tangerang wilayah Tangerang Utara , Rencana detail tata ruang kecamatan mengenai pengurukan lahan sawah irigasi teknis yang sangat produktif dan masih terairi irigasi sekunder serta tersier di Desa Laksana Kecamatan Paku Haji terutama di Desa Laksana, Kali baru, Kramat dan Buaran Bambu yang mulai marak sejak Januari 2015 hingga saat ini saat ini berlangsung aktif. Entah bagaimana caranya hingga Bupati Tangerang dan regulator Badan perijinan terpadu nya dapat dengan gampang bisa mengijinkan ijin lokasi dan ijin lainya hingga regulasi pembangunan kawasan areal komersil dan pergudangan multi guna tersebut.

Kosambi

Dari data Dinas pengairan dan bina marga kabupaten Tangerang tahun 2006 bahwa jumlah luas sawah irigasi tehnis tercata di kecamatan kosambi hanya menyisahkan luas lahan di 2 desa saja, yaitu desa Rawa burung dan Salembaran Jaya,suisa desa lainya ditulis dan terdata dilapangan 0 hektar.

Setidaknya ada 138 Hektar lahan sawah teknis di desa Salembaran Jaya Kecamatan Kosambi yang akan dialihfungsikan menjadi kawasan industri dan pergudangan. Kita menyayangkan perubahan peruntukan lahan pertanian di kawasan itu. Pasalnya, selain kawasan persawahan tersebut masih terairi dari saluran-saluran irigasi, sawah-sawah itu pun masih mampu dipanen dua sampai tiga kali dalam setahun, data Dinas Pertanian Kabupaten Tangerang menyebutkan, lahan sawah di Kabupaten Tangerang saat ini seluas 57.813 hektar.

Masih menurut data, setiap tahunnya terdapat pengurangan lahan sebesar 100 hektar. Ketersediaan lahan pertanian di kabupaten Tangerang semakin sempit terutama lahan sawah sehingga upaya peningkatan produksi padi untuk memenuhi kebutuhan pangan semakin bermasalah. Akhir-akhir ini berkembang kecenderungan yang menunjukkan bahwa pertumbuhan hasil panen padi per hektar mengalami stagnasi akibat kejenuhan teknologi.

Dalam situasi tersebut maka upaya untuk menekan kehilangan produksi pangan akibat konversi lahan sawah menjadi lebih penting. Untuk kasus di pantura, memang sulit menghindari kenaikan lahan untuk kegiatan non pertanian, sedangkan lahan yang tersedia sangat terbatas. Atas pertimbangan itu, diperlukan upaya mengarahkan proses konversi lahan pada lahan pertanian yang kurang produktif, sedangkan lahan pertanian produktif dicadangkan bagi produksi pangan.

Data dari Dinas Peternakan dan Pertanian Kabupaten Tangerang (10/1/2007), data menyatakan, luas areal sawah di wilayahnya kini sekitar 41.000 hektar. Angka ini turun 10.000 hektar hingga 12.000 hektar dibandingkan dengan luas lahan sawah di Kabupaten Tangerang 20 tahun lalu. Memang sejak tahun 1980-an saat industri mulai banyak dibuat, penurunan lahan sawah rata- rata berkisar 500 hektar per tahun. Namun dengan lahan sawah yang ada sekarang, sebenarnya masih memadai karena mencapai 38 persen dari total luas Kabupaten Tangerang yang mencapai 111.000 hektar . Kita tidak menampik fakta yang menunjukkan banyak saluran irigasi harus diperbaiki guna menaikkan produktivitas lahan sawah yang tersisa. Namun konversi Lahan tetap tidak terkendali.

Produktivitas turun Menurut data pada Kabupaten Tangerang Dalam Angka, tahun 1998 terdapat areal panen padi sawah seluas 74.742 hektar dengan produksi 478.210 ton atau rata-rata 6,4 ton per hektar. Empat tahun kemudian, luas areal panen turun tinggal 63.807 hektar dengan produksi 425.142 ton gabah kering giling. Tahun 2003, areal luas panen kembali turun ke angka 57.395 hektar dengan hasil gabah kering giling 383.140 ton, tetapi tahun 2004 areal panen padi meningkat sampai 71.033 hektar dengan produksi 476.276 ton. Upaya pencadangan lahan bagi produksi pangan sebenarnya telah dilakukan melalui berbagai peraturan pencegahan konversi lahan pertanian, seperti larangan konversi lahan sawah irigasi teknis.

Saat ini, kita telah memiliki payung hukum yang dapat dijadikan pegangan dalam upaya melindungi lahan pertanian dari gencarnya arus pembangunan di negeri ini. Undang-undang No. 41 No. Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, merupakan salah satu instrumen kebijakan untuk mengontrol konversi lahan-lahan pertanian ke non pertanian. Mekanisme insentif dan disinsentif pun telah diatur di dalamnya, dengan tujuan untuk mengurangi konversi sawah ke fungsi yang lain. Dalam hal ini, kembali, itikad baik (good willingness) pemerintah menjadi kunci utama

KESIMPULAN

Kita tidak anti terhadap pembangunan. Sebaiknya, pembangunan itu harus memperhitungkan dengan cermat letak dan lokasi yang tidak menganggu areal persawahan yang ditanami petani. Bolehlah kita mengejar kemajuan di berbagai bidang, tapi kenyataannya negara dan bangsa ini memang diberikan karunia Tuhan sebagai negara agraris.

By : Budi Usman, Pemerhati Konservasi

 

 

Go to top