Print this page

Banten 'Kampung' Kemiskinan dan Koruptor

Banten 'Kampung' Kemiskinan dan Koruptor

detaktangsel.com– Keenan Nasution, musisi legenda Indonesia. Personil grup band Gang Pegangsaan ini beraliran slow rock. Lirik lagu-lagunya cenderung sarat pesan moral.

Coba simak tembang lawas Keenan Nasution berjudul Cintaku Negeriku. Sungguh menggetarkan hati kita bila masih merasa memiliki Indonesia.

"......bersatulah bersatu bersatu dalam simponi. Terdengar bunyi-bunyi sumbang tak menentu menusuk kalbu. barang kulihat betapa nikmatinya orang yan duduk di sana, mengisap cerutu gak mau apa derita..."

"......betapa kasihan si miskin kelaparan.....Kita berantas korupsi. Jangan biarkan mereka menganiayai hati...."

"......negeriku cintaku kembalikan kepada ibu....semoga hidup sejahtera di bumi Indonesia selamanya......."

Ternyata musisi seperti Keenan Nasution memiliki naluri cukup tajam menyoroti persoalan sosial di bumi Nusantara. Bila dikaitkan dengan kondisi saat ini, pesan Keenan Nasution lewat lagu

Negeriku Cintaku adalah gambaran nyata tentang kemiskinan dan korupsi.
Di tengah kemajuan sebuah peradaban, sangat mengharukan bahwa sejumlah wilayah di Banten menjadi 'miniatur' wajah kemiskinan di Indonesia. Lebih mengharukan lagi ternyata pemimpin wilayah hasil pemekaran dari Provisi Jawa Barat ini telah menyandang predikat KORUPTOR.

Aneh bin ajaib, memang. Wilayah yang dianugerahi kekayaan alam melimpah ruah dan aset bisnis cukup besar kok masih menderita kemiskinan. Ini membuktikan sosok pemimpin seperti Gubenur Ratu Atut Chosiyah memang tidak peduli terhadap penderitaan rakyat.

Andaikata Atut bersama kroni-kroni dan kerabatnya tidak serakah tentu nasib rakyat Banten tidak merana. Tidak meratapi kemiskinan, kelaparan, dan kurang gizi. Berhubung 'kerajaan' Atut dihuni 'drakula' penghisap darah dan keringat rakyat, beginilah jadinya Banten.

Ingatkah kita cerita tentang sejumlah keluarga di kawasan Banten mengalami kelaparan? Sungguh tragis dan dramatis, masih terdapat rakyat menderita busung lapar dan kurang gizi. Konon, katanya, tanah negeri Nusantara tanah subur. Namun, kok masih ada penderitaan dan kenestapaan di wilayah Banten.

Seharusnya malu yang kaya raya mengais rejeki dari penderitaan rakyat. Perilaku Atut bersama kroni kroni dan kerabatnya jelas menganiayai hati rakyat. Ini namanya rakyat sudah menderita malah disuruhnya memanggul dua karung beras tanpa upah.

Apakah dana bantuan Kementerian Sosial sebesar puluhan miliar rupiah akan utuh diterima rakyat? Ini yang masih diragukan. Padahal kondisi sosial masyarakat Banten, khususnya Serang sangat memprihatinkan. Pemerintah Serang maupun Provinsi Banten terbilang gagal mengentaskan masyarakat dari kemiskinan.

Wakil Gubernur Banten Rano Karno tidak memungkiri kondisi obyektif warga Serang tersebut. Berdasarkan dara tercatat 1,2 persen masyarakat Serang menderita gizi buruk, 320 kasus deman berdarah, dan penyakit sejenisnya pada 2013.

Faktor kekurangan pangan mengakibatkan peningkatan angka gizi buruk, lingkungan kumuh juga sebagai faktor menyebarnya penyakit DBD, dan sejenisnya. Sehingga Kecamatan Kasemen dinyatakan wilayah endemik DBD.

Serang gagal mengentaskan kemiskinan dan kesehatan masyarakat suatu kenyataan. Tidak heran misalnya, kasus kurang gizi atau gizi buruk selalu meningkat setiap tahun.

Satu-satunya jalan terbaik bagi masyarakat agar bersatu, bersatu, dan bersatu dalam simponi. Membasmi korupsi sehingga tidak menganiayai hati. Tidak peduli siapa gerangan sang koruptor.
Untuk itu, kiranya perlu disemangati adanya gerakan antikorupsi di Banten. Gerakan yang mampu menumbuhkembangkan paradidma baru dalam mengawal setiap kebijakan pemerintah yang tidak prorakyat.

Dengan demikian, tidak terjadi lagi pembiaran terhadap penyelewengan yang dilakukan pemerintah. (red)