Dambakan Jadi Pegawai Negeri

Dambakan Jadi Pegawai Negeri

detaktangsel.com– Hasil seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS) belum diumumkan. Perasaan para peserta seleksi pun menjadi galau. Antara diterima atau gagal menjadi abdi negara.

Tidak terhitung jumlah warga negara yang telah mengikuti seleksi, termasuk warga Kota Tangerang Selatan (Tangsel). Karena sebagai pegawai negeri telah menjadi dambaan sejak dahulu kala.
Semula memang pegawai negeri kental disebut abdi negara. Eeh belakangan menjadi aparatur negara. Woooooh......Keren! Predikat atau sebutan aparatur negara menjadi kosa kata yang mengandung nilai tersendiri bagi sebagian warga masyarakat.

Kenapa banyak pihak dambakan menjadi abdi negara alias aparatur negara? Alasan pertama, ada perasaan bangga. Kedua, dapat pensiun. Ketiga, bekerja tidak di bawah tekanan. Keempat, kebanyakan bekerja santai. Dan kelima, masalah disiplin waktu agak longgar.
Juga bisa jadi, rata-rata anak bangsa merasa sebagai sosok 'priyayi' bila bekerja di lingkungan pemerintahan meski di tingkat kelurahan. Kenikmatan lainnya yang diperoleh sebagai pegawai negeri, antara lain selalu ada penyesuaian gaji bila harga sembilan bahan pokok (sembako) naik.

Pemerintah sangat memperhatikan persoalan hidup pegawai negeri. Banyak pengeluaran semata-mata untuk 'memanjakan' abdi negara tersebut. Tidak heran kebijakan pemerintah membuka celah seseorang untuk melakukan praktik korupsi. Ya korupsi waktu, korupsi anggaran, dan korupsi jawaban.

Sangat wajar pengumuman hasil seleksi CPNS sangat dinanti-nanti. Sangat wajar pula di tengah menanti pengumaman, tidak sedikit yang melakukan kasak-kusuk mencari 'loket' transaksi kelulusan. Tersiar kabar ada yang berani membayar kelulusan hingga menerima sertifikat hingga ratusan juta rupiah. Woooh......!

Tidak tertutup kemungkinan pula ada yang membawa 'katebelece alias surat sakti'. Bahwa CPNS bersangkutan titipan dari si Polan, pejabat berpengaruh. Cuku ironis, bahkan sangat naif. Ingin menjadi pegawai negeri melalui jalur-jalur 'Jalan Tol'. Besar pula ongkosnya.

Kantor Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara diyakini tidak akan mempermainkan perasaan CPNS. Instansi ini tentu telah memiliki standar baku untuk menerima CPNS menjadi PNS. Namun, bukan berarti oknum-oknum di lingkungan instansi pemerintahan ini tidak bermain di balik penerimaan pegawai negeri.

Curiga bisa dimaklumi, tetapi tidak menuduh. Anekdot-anekdot seputar seleksi CPNS ini cenderung negatif. Tidak hanya sumpah serapah dan makian, bahkan isu terjadi transaksi 'jual-beli' atau 'bisnis' kelulusan pegawai negeri bukan rahasia lagi.

Sangat wajarlah, bila sejumlah CPNS mencari jalan kemudahan dengan menerobos jalan tol agar dapat kepastian lulus seleksi CPNS meski hasilnya belum diumumkan.

Tengoklah, Dinas terkait di Pemerintah Kota Tangsel. Dapat dipastikan saben hari ada CPNS yang mondar-mandir mendekati oknum aparatur negara yang mampu membantu kemudahan kelulusan. Apalagi saat ini teknologi sudah canggih, bisa hubungi pejabat tertentu tidak harus tatap muka. Bisa melalui pesan singat (baca: SMS), juga bisa BBM.

Padahal kalau dipikir secara matang, lebih baik dibuat modal kerja daripada membeli status aparatur negara dengan pengeluaran sampai ratusan juta rupiah. Apakah ada unsur terpaksa, gengsi atau ketulusan mengabdi pada negara sebagai aparatur negara. Atau ada niat lain di balik menjadi aparatur negara.

Para orang tua, pendidik, dan orang-orang yang berjiwa kreatif perlu kiranya mengubah paradigma pengertian pegawai negeri bukanlah simbol prayayi seperti zaman prakemerdekaan. Mau jadi aparatur negara, jadi pegawai swasta atau wiraswasta sama saja. Simbol atau status priyayi hanya warisan kaum feodal, tinggalkan!

Sebaiknya membuka lapangan kerja baru ketimbang menghambur-hamburkan uang hanya untuk membeli status aparatur negara. Jadi pegawai swasta atau wiraswasta juga nikmat kok. Selain sangat membanggakan, juga ada kepuasaan tersendiri. Bisa mengatur diri sendiri secara manejerial.
Benamkan angan-angan menjadi aparatur negara dan sebaliknya tumbuhkan jiwa wirausaha. Dengan demikian, kita tidak ikut-ikutan menggerogoti kebijakan pemerintah. Justeru kita meringankan beban pemerintah dengan menyediakan lapangan kerja. (red)

 

 

Go to top